Ngaji Filsafat: Atheismn
Oleh: FF
Ngaji kali ini saya merasa tertarik dengan omongan belio kalo pembahasan kali ini mungkin tidak ada hubungannya untuk menguatkan keimanan atau malah mungkin mengurangi, backup dari ngaji ini kata belio harus tobat selama sebulan lah *bercanda.
Tidak, tidak.. ini tidak seseram itu. Yup pembahasan Ateisme sangat tabu untuk publik ataupun masyarakat mayoritas khususnya di Indonesia. Setelah belajar pengantar ini setidaknya saya memiliki pegangan oenting kenapa dan apa Ateisme itu ada. Ateisme lahir menurut hemat saya bisa jadi akibat penganut agama-agama itu sendiri yang tidak berhasil mencerminkan sifat agama yaitu tanpa merusak dan mencelakai. Pada Ateisme Teodisi mengatakan orang yang memiliki Agama secara peristiwa akan takjub dengan ketidakrusakan tempat ibadah atau apapun yang sakral. Padahal disamping itu banyak korban manusia berantakan, orang Teodisi ini menganggap lebih baik rumah ibadah yang rusak daripada harus kehilangan banyak manusia. Okeh ini contoh kecil, dan tidak akan saya lanjut kecuali obrolan warkop.
Nah ternyata Ateisme itu banyak macamnya, tidak hanya satu. Seperti slide yang saya haturkan diatas. Hal yang paling saya exposure adalah Apateisme. Apa itu? Itu adalah Ateisme Praktis, yup praktik dari ateisme, lalu ada yang lain? Tentu! Ada Ateisme Epistemologi, dan Ateisme Teoritis (kalo ini berpacu pada posivistik monisitik). Kembali ke Apateisme. Bayangin ga sih kalo mungkin kita sering melakukan aktivitas sekecil apapun tanpa motivasi Tuhan? Bahkan di dalam ibadahpun kita tidak ada Tuhan dipikiran bisa aja kepikiran utang, main setelah shalat dll. Ternyata itu merupakan bentuk perwujudan dari Ateisme Praktis. Karena di dalam diri kita hilang motivasi ibadah kepada Tuhan.
Kenapa sih saya bahas ini? Tenang, semua ilmu dalam buku itu baik dan bagus, tidak ada yang berbahaya. Yang ada, cara membaca teks yang salah sehingga menjadi berbahaya. Pernah dengar sufi pun menganggap Setan dan Iblis baik? Karena dia tidak mau sujud kepada Adam karena yang pantas disembah hanyalah Tuhan semata? Ya, sebab semua agama terfokus pada output moralitas. Jika kita merasa jahat dan orang lain merasakan dampak jahat kita meskipun kita tidak merasa? Masih pantaskan kita disandang beragama? Tidak lebih dari agama di-KTP.
terimakasih.
Comments
Post a Comment