Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2017

Elegi kehilangan kata

Bila tak mengenal hari maka tak ku hitung perjumpaan kita. Dimana saling berpandangan tanpa jarak, menguatkan hanya lewat lisan di lorong doa. Bukankah doa mendekatkan? Dari ujung kemalasan aku berandai-andai. Sekiranya kau perupa hujan yang ku sentuh kini, datang dari awan selatan. Akan ku buat sebuah kolam demi memandikan kehidupan dari hirup udara penatnya hidupku. Apakah rindu itu akan hilang? Ku mainkan musik Payung Teduh, dengan segelas kopi sachetan hanya untuk memuaskan manis klise ini. Kopi seharga ribuan rupiah, hanya mengandalkan manis ilusi. Seperti gawai yang kugenggam ini, tidak ubahnya sebuah kopi sachet. Meski dunia berubah begitu maju, tapi tidak dengan rasa rindu. Kita bisa saja bersapa suara atau rupa melalui canggihnya gawai. Tapi rindu membaca itu hanya sebuah ilusi. Ternyata rindu tidak butuh rupa, rindu tidak butuh suara. Rindu butuh yang lebih dekat daripada itu semua. Bagaimana dengan yang sudah lama tidak bersapa? Akankah rindu menjadi bangkai? Adakah masa