Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2019

Kontemplasi

Bolehkah aku menjadi matamu untuk merasakan mataku yang melihat matamu? Sedangku masih terpaku melihat matamu yang melihat mataku, sehingga mata ini bukan jadi mataku, tapi matamu? 30-03-19

Review Film: Umi Wo Kakeru (The Man From The Sea) - (2019)

Umi Wo Kakeru (The Man From The Sea) - (2019) Dir: Koji Fukada SEMIOTIKA LAUT, IDENTITAS, HEGEMONI BAHASA, MONOPOLI DAN DRAMA MANIS Film drama fantasi atau mungkin bisa disebut sebagai in house production, dengan kerjasama Indonesia dan Jepang membuat film ini seperti sebuah obat dari masa lalu untuk membentuk sejarah yang baru. Bercerita tentang Laut orang Jepang yang terdampar di Aceh sekaligus sebuah nama yang diberikan oleh keluarga Jepang yang lama tinggal di Indonesia (ada hubungannya dengan Tsunami Aceh 2004). Takako, Takashi dan Sachiko (keponakan Takashi) menerima orang terdampat yang bernama laut. Ada juga dua orang Indonesia Kris dan Tami yang kenal dekat dengan Takashi sekaligus sembari meliput kejadian-kejadian bersama Laut. Naratif yang lambat tapi penonton diajak untuk masuk ke dalam absurd-an fantasi Laut. Karakterisasi masing-masing pemain terasa pas, apalagi Adipati Dolken, keliatan bukan lagi main FTV indo. Sutradara manteplah, oh ya film ini menjadi sebuah iden

Sebuah Cerita Di Ujung Waktu

Ada hal yang harus kuperhatikan dalam langkah ini. Jejak harı ataupun lantunan musik yang berdendang setiap pagi. Di setiap tawa yang kau tawarkan hanyalah bait-bait keputusasaan. Kini, semua kembali pada yang terlihat dan tak terlihat, Kita kemarin sangat senang sekali dengan senyum simpul mu yang berbekas di lubang hati ini, kau terus menawan dan menawan diriku. Tentang masa depan dan takdir yang peduli setan, kini daku hanya bisa termangu dan melihatmu berjarak. Seperkian detik terus berjarak, menjauh dari nadi ini. Mungkin kah kita bisa terperangkap pada waktu dan ruang yang sama lagi? Dan kini kita kembali pada peraduan, dan aku masih terkenang pada dirimu sekali lagi. Sejak pagi ini kembali aku ingin menjadi burung yang terbang ke barat dan bersarang telur di halaman rumahmu. Berbunyi dan bersiul atas namamu namun kau tak perlu tahu maksudnya. Inilah tanda pada kasih sepanjang masa di suatu waktu nanti kita akan melambaikan tangan dan saling tenggelam pada sisa-sisa sinaran

Ruang, waktu.

Bilamana ruang tak tentu, ku tak mau kau membisu. Bilamana waktu tak ada, untuk apa perpisahan dan pertemuan bertunang? Pada tiap nama-nama, adakah sajak yang tertinggal? 27-03-2019

Review Film: Under The Hawthron Tree (2010)

Under The Hawthron Tree (2010) Dir: Zhang Yimou Akhirnya menemukan film romantisme di mana hal ini menjadi oasis untuk saya. Film ini menjadi sebuah film romantisme natural di mana sajian sinematografi sangat apik. Penonton seolah-olah sedang menonton sebuah drama teater dengan posisi kamera sebagai sudut pandang obyektif. Alur yang sangat apa adanya, aksi-aksi kecil, halus dan suguhan alam menjadi definisi cantik sebagai film romantisme. Setidaknya seperti inilah yang disebut film Romantisme, sebab ia sangat mengedepankan perasaan dan peleburan dengan organisme alam. Film ini berlatar revolusi budaya di China sehingga film ini tidak terjebak pada rayu-rayu dan kisah anak SMA belaka. Semua motif terisi dan setiap tindakan memiliki afektif pada tokoh dan penonton. Bercerita tentang Jing seorang anak SMA tingkat akhir di mana ia ikut sebuah program dari sekolahnya yang membawanya ke desa dan hidup desa dalam beberapa waktu, demi tugas akhir sekolahnya. Meskipun ia ornag kota namun ter

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d

Padang Malam

Di padang malam yang gemerlap dipenuhi lampu-lampu.. Namun tak ada suara, hanya bising menguasai dada.. Pada mimpi-mimpi malam ini, akan kah menjadi nyata? Ketika kata menyudahi rima? Langkah kaki ini terus bergerak, mencari apa yang perlu dicari, Keraguan pasti akan sirna dalam kemegahan dada, Lalu kau datang dengan segala cara, Seakan ini terus menjadi mimpi.. Pada siapa yang harus kucari.. Lalu tenggelam pada lautan malam, Seandainya, kau datang dengan segala cara.. 13-03-19

Eksistensialisme Religius: Muhammad Iqbal (Ngaji Filsafat ke-34)

Ngaji Filsafat ke-34 Eksistensialisme Religius: Muhammad Iqbal Oleh: Fahrudin Faiz Muhammad Iqbal merupakan orang Timur yang memahami konsep eksitensialisme relijius (Islam). Dia terinspirasi dari berbagai tokoh baik barat dan timur, seperti Nietzsche, Jalaluddin Rumi, Mahatma Gandhi dan sebagainya. Bahkan tokoh-tokoh tsb ada di dalam puisinya Iqbal. Ia merupakan cendikiawan, dan ulama. Konsep eksitensialisme nya berakar pada, Huidi (Ego kecil) dan Huada (Ego besar). Di mana penjelasan di sini dalam tahap Huidi. Baginya hidup di dunia ini tidak ada tujuan (anti-universialitas) sebab dunia adalah tempat yang absurd dan paradoks. Hidup manusia adalah evolusioner, dan tujuan diciptakan oleh manusia itu sendiri. Misal, kita dulu dikasih uang 1000 sangat senang utk jajan, namun ketika besar uang segitu amatlah kurang berguna. manusia adalah pembuat takdirnya sendiri demi pengembangan individualitasnya, makanya semakin dewasa mungkin saja kita terheran-heran trhdp perubahan pd orang lain

Eksistensialisme Atheisme: Nietzsche (Ngaji Filsafat ke-32)

Ngaji Filsafat ke-32 Eksistensialisme Atheisme: Nietzsche Oleh: Fahrudin Faiz Nietzsche lahir dari keluarga kristen yang taat bahkan dari kecil ia sering dijuluki pastor muda karena kepintarannya, namun tubuhnya mudah terkena penyakit. Ia meninggal karena sebuah penyakit namun banyak juga yang bilang karena ia kena gangguan jiwa, sebab sebelumnya ia kena penyakit narsistik di mana ia menganggap dirinya sangat penting, namun dia seorang introvert. Di umur 23 tahun ia menyatakan sebagai seorang atheis, semenjak itu ia menciptakan. Karya-karyanya tidak setebal banyak filsuf. Bersifat Aforisme, yaitu kumpulan cerita yang singkat-singkat dan banyak perumpamaan sehingga pembaca bisa memaknainya secara individu. Sebab beliau menolak sistem. Sistem merupakan mentalitas budak. Mengapa? karena sistem diciptakan dari individu lainnya yang bersifat runtut sehingga membuat manusia mengikuti sistem kemudian kehilangan eksistensinya sebagai individu bebas dan merdeka. Beliau juga membenci filsuf

Laut Bercinta

Jika harapan ada kembali, Aku ingin mengembalikan apa-apa yang menjadikannya gelap, Saat malam belum datang, Kau berdiri di atas tebing itu, Mengatakan sesuatu tepat di mana matahari tenggelam, Langit kini kian membiru menjadikan apa yang gelap kembali cerah, Di bawah bumi ini kupijak sebuah langkah atas nama, Sinar mentari kini menjadi impian, Pada tiap insan yang memiliki harapan, keputusasaanku masih sama, Menanti kau mengatakan kembali di tebing itu sebelum lembayung tenggelam menggelap, Dan laut bersorak pada tiap suara yang kau dengungkan. 06/02/19

Eksistensialisme Relijius (Soren Keinkegard) Ngaji Filsafat ke-30 (Ulasan)

Eksistensialisme Relijius (Soren Keinkegard) Ngaji Filsafat ke-30 Oleh: Fahrudin Faiz Soren Keinkegard merupakan salah satu filsuf denmark yang terkenal setelah ia meninggal. Hidupnya mengalami kemalangan, semenjak kecil sampai besar ia mendapati kesialan di dalam keluarganya. Padahal ia dalam keluarga relijius dan kaya raya. Hidupnya berubah tatkala Ibunya Meninggal dan Ayahnya berselingkuh dengan pembantumya sehingga membuat hubungan mereka retak. Soren mulai berubah tak karuan karena mengalami depresi, namun pada akhirnya ia baikkan dengan Ayahnya. Malang nasib Soren beberapa waktu baikan, Ayahnya ikut meninggal. Bahkan sampai ada anekdot zaman terdahulu, bahwa jangan ada bayi yang dinamakan Soren nanti ia akan kena sial. Beruntunglah setelah itu ia belajar lebih banyak dan berubah menjadi filsuf relijius, istilahnya hijrah. Di filsafat eksistensialisnya Soren, merupakan bentuk kritik atas eksistensialisme nya Hegel. Sebab Eksistensialisme Hegel hanya mencakup pada sisi komunal,

Dilan 1991 (Ulas Film)

Dilan 1991 Dir: Fajar Bustomi, Pidi Baiq Rate: 7/10 Film ini merupakan kelanjutan dari film terdahulunya Dilan 1990, dan alih wahana juga dari bukunya yang berjudul sama. Pada sekuel ini lebih banyak bumbu dramatisasinya daripada film sebelumnya. Milea yang sudah berpacaran dengan Dilan memiliki tanggung jawab menjaga Dilan, begitu juga diperkuat oleh suruhan Mama Dilan. Mulai saat itu ombak hubungan mereka dimulai. Naratif dalam film ini tidak menggambarkan secara jelas tensi unsur tiga babak nya, karena film ini bergerak apa adanya. Maka dalam hal itu masuk dalam terapan Naratif Realistik. Peranan tokoh semuanya cukup baik dan ada peningkatan dari film terdahulunya. Hanya saja, masih belum terasa impresi ke saya. Sebab pemain di film ini (Milea dan Dilan) begitu mekanikal, hanya menjalankan tugas tidak memberikan impresi lebih. Ah ya, film ini juga memiliki banyak hujan, dan embun, bukit aaa.. saya pikir pidi baiq sengaja membawa semiotika ini untuk membawa kesan kota