Skip to main content

Review Film: Under The Hawthron Tree (2010)

Under The Hawthron Tree (2010)
Dir: Zhang Yimou

Akhirnya menemukan film romantisme di mana hal ini menjadi oasis untuk saya. Film ini menjadi sebuah film romantisme natural di mana sajian sinematografi sangat apik. Penonton seolah-olah sedang menonton sebuah drama teater dengan posisi kamera sebagai sudut pandang obyektif. Alur yang sangat apa adanya, aksi-aksi kecil, halus dan suguhan alam menjadi definisi cantik sebagai film romantisme. Setidaknya seperti inilah yang disebut film Romantisme, sebab ia sangat mengedepankan perasaan dan peleburan dengan organisme alam.

Film ini berlatar revolusi budaya di China sehingga film ini tidak terjebak pada rayu-rayu dan kisah anak SMA belaka. Semua motif terisi dan setiap tindakan memiliki afektif pada tokoh dan penonton. Bercerita tentang Jing seorang anak SMA tingkat akhir di mana ia ikut sebuah program dari sekolahnya yang membawanya ke desa dan hidup desa dalam beberapa waktu, demi tugas akhir sekolahnya. Meskipun ia ornag kota namun terlampau miskin, sebab Ayahnya merupakan oposisi dari Pemerintahan Oposisi China, Rightis atau disebut kaum kanan. Sehingga membuat keluarganya "dimiskinkan". Ibunya pun dirumorkan seorang pendukung kapitalis. Ibunya hanya seorang guru dengan bayaran kecil, dan membuat mereka juga membuat amplop surat seharga 1 sen per 10 lbr-nya. Jing di desa tinggal di sebuah keluarga, di mana keluarga tsb memiliki "paman" bernama Sun. Sun merupakan seorang siswa geologi yang bekerja dan belajar dekat daerah situ. Pertemuan Jing dan Sun bermula dengan ketertarikan pada buah Hawthron yang berwarna merah, katanya di sana ada seorang darah tentara revolusioner sehingga bewarna merah. Jing tertarik untuk menulisnya sedngkan Sun tertarik pd Sun. Hubungan mereka pun dimulai dengan sangat lambat.

Film ini selain menunjukkan afeksi pada kedua pasangan, tapi dibalut oleh pemandangan landscape yang menawan. Cinta mereka murni, tabula rasa, suci dalam perjalanannya mereka saling memberi. Di barat disebut, cinta istana (cinta castle) di mana Sun selalu mempersembahkan sesuatu pada Sun agar menyenangkan Sun, dan di Yunani disebut cinta Agape, merupakan perasaan mendalam sehingga ketika bersama eksistensi mereka lebur mereka hilang akan diri mereka atas penyatuan dua jiwa. Di Timur, cinta mereka layaknya Adam dan Hawa, atau sekaliber Layla dan Majnun mereka mencintai layaknya ia mencintai Tuhan-Nya. Grading yang pucat pun semakin menggambarkan era klasik China dengan segala problematika nya, baik politik hingga penceritaan naratif kedua insan ini. Memorable! Itulah saya selalu suka dengan film romantisme Timur. Ia bergerak pada jiwa bukan kekuatan hasrat seksual yang sangat membara. Budaya Barat terkontaminasi oleh definisi cinta Nietzsche, sehingga semiotika yang di bawa ga jauh dari hasrat seksual (french kiss, making love dsb).
Sekian, Terimakasih.
18.03.19

Comments

Popular posts from this blog

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d