Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2016

Belaian Angin Asmara

Desember kian dekat menjamu daku, Gerimis basah mengairkan jalanan yang kering, Angin semilir terasa seperti debu, Daku berteduh sendiri tiada yang berpaling. Ada tanya dalam benak, Mengapa tajam pisau masih meluka jiwa? Hingga raga memuntahkan darah, Tak peduli apa, Hanya meminta bersama, Mengapa begitu busuk? Sedangkan kata dan pandang kian tajam tertusuk, Daku tahu jiwa semakin tidak menghamba, Tapi Tuhan, tetap ada dalam jiwa raga. Boleh meminta pada-Nya? Kalau bisa, aku ingin lebih dekat dengan-Nya, Seperti hujan yang membelai angin asmara. 28.11.16

Antara Manusia, Cinta dan Nafsu

                Manusia diciptakan bermula dari Adam. Kemudian Adam memohon kepada Allah meminta pasangan agar tidak sendirian. Lalu terciptalah Hawa dari tulang rusuk Adam. Itu adalah bagian kecil yang saya tahu bagaimana laki-laki dan perempuan tercipta. Cinta? itu adalah bagian dari kehidupan manusia, bahkan ketika Adam dan Hawa hidup di Surga mereka merasakan cinta murni. Sebelum datangnya Iblis yang menggoda hawa untuk mengambil buah Quldi kemudian Hawa menyuruh Adam untuk memakannya dan terciptalah nafsu. Saat ada mata kuliah menginjak semester dua untuk meneliti tentang cinta. Saya baru tahu jika manusia mengelompokkan cinta dari berbagai jenis. Terdapat cinta Eros yang merupakan cinta manusia pada pandangan pertama, Cinta Ludus yaitu cinta yang bermain-main dengan obyeknya bahkan tidak ada keseriusan di dalamnya, lalu Cinta Storge merupakan cinta yang muncul karena sebuah proses yang membumi. Terdapat banyak hal lain yang mungkin tidak bisa saya sebutkan (malah jadi

Penguasa Malam

November kini berembun, Berembun bersama malam menyentuh daku, Cinta pernah bertutur kasihnya berada pada batas tepian malam dan pagi, Namun tak menyentuh daku malam ini, Ibarat lautan, daku bagai nelayan yang terombang ambing oleh kesunyian dalam hiruk pikuk godaan ombak selatan Sayangku, Memang biru ini tak bisa bertahan dengan jinggamu, Makan daku bulan!! Makan,  telanlah aku mentah-mentah, Karena d aku perjaka malam yang tak pernah bisa hidup di lautan.. Dan perlahan menghilang, Dan menguasai kenangan

Sacrifice

Siang terang berderang menitip luka pada sore hari, Dikala hujan membumikan aroma patrichor, Berdiri aku di pelantaran singgah ini, menitip pesan pada langit, Karena langit dan bumi terpisah,  hanya hujan yang menjembatani mereka. Pesan gejolak jiwa dari hati manusia, Angkara dan pilu menyelimuti batinnya, Sebab ia lalai dari patuhnya sholat, Sekarang ia berkawan angin, Menunggu ajal menghampiri, Tapi pesan langit tetap mengiringi, karena taubat adalah jalan yang pasti

Mati, Aku

Pedulikah kau pada malam ini kasih? Jangan kau dengar elegi ini, Tidak ada kepastian saat raga tertatih, Rindu kasih terus menyelimuti, Beri aku nafasmu, angin selatan Cumbu lah letih daku, Mati.. Mati... Aku masih mati.. Angin selatan tidak peduli. Rinduku pada embun pagi