Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2017

Begini, Begitu

aku cemburu, pada embun yang menguap membasahi pagi, aku cemburu, pada malam berkalung bintang atas rasi-rasi. aku cemburu, pada angin yang menghembuskan dedaunan teras rumahku, dan aku pun masih cemburu pada kata-kata yang menjadikannya kalimat.. Aku selalu cemburu.. begini, dan begitu 30.03.17

Rupa Semesta Pecinta

Semestinya tidak kau tunjukan rupa, Saat pandang mata bercumbu ria dihadap semesta, Kau adalah semburat cahayanya yang menebar rasi-rasi atas rasa-rasa kata, Tidak tertulis atau tertitah dalam buku-buku, Begitu pun kau tak bicara namun bersemayam sudah lekas tuturmu serta aksara-aksara rindu tak pernah diucap dahulu, Saat kupandang kembali, Benar, kau juga apa-apa yang pernah ku andaikan sebelumnya, Tapi ku tidak cinta kau, Aku mencintai Tuhan, dan kau adalah ayat-ayat tidak tertulis dari-Nya, Juga, melaluimu ku semakin melihat kecantikan-Nya, Meski manusia-manusia menolak akan keyakinan ini, Harus kah ku beri alasan? Tidak, Dirasa dan merasa hanya qolbu yang menuainya, Begitu kata cinta, tertulis jelas merambah makna, Kau makna salah satu atas kebesaran-Nya, Mengetuk jingga, merah, biru, pelangi dalam jiwa yang ke-abu-abuan, Semesta kini menyaksikan, mataku matamu bersatulah.. Dalam pandang cinta kasih dari Sang Maha Kuasa, Masih terbuai kini kekasih.. Bersemayamlah dalam bunga-bung

Pada Kala Itu

Bau tanah kembali menyerbakan harumnya, Secercah sinaran indahmu, mengalun merdu membisikkan rindu, Tak pernah suara barat mengalunkan nada-nada saat senja dulu, Aku pernah merasa cinta kala senja. Saat kita tertawa dalam buai bunga, Masihkah engkau mengingatnya? Dalam cerita abadi kita.. Mungkinkah kini engkau dibawa angin timur, hingga kau tersulut oleh bayangnya. Masihkah ada, mawar mengindahkan. Kisah aku dan dia selamanya. Mungkinkah aku, tersesat dalam rindu, Seperti lorong yang tak berujung. Ataukah arah ini menunjukkanku padamu. Cinta sejati dalam selimut tidur. Kau yang bernama cinta, Benarkah kau ada, disini ku merasakan gelisah. Terpatungku dibuatnya, membentuk arah yang patah. Hitam pekat tiada tara. Malu diriku malu, seperti putri malu, yang harus melungkup walaupun pun ku tahu dirimu. Ku ingin dalam benak harapan itu tetap cerah, Seperti kalimat-kalimat yang terbuai pada senja dulu. Semoga kau dan aku, dipersatukan oleh waktu. Dan Takdir Tu

Mimpi Wisuda

Sebenarnya saya malas untuk mengetik karena saya bukan penulis apalagi pintar berandai-andai, kalaupun iya pasti saya bisa menyelesaikan proposal skripsi dengan tuntas tanpa masalah tapi kenyataannya? Bisa kalian tebak sendiri. Saya mengetik ini sebab tadi siang saya tidur lalu mengalami mimpi aneh, entah mimpinya begitu hampir nyata. Jadi disini saya tidak usahlah menceritakan bagaimana saya bisa tertidur, intinya saya tidur..                 Dalam mimpi, saya berada di kost sudah bersiap-siap keluar kost untuk pergi ke kampus dengan menggunakan sepeda. Aku ingat persis, bahwa saya harus memberikan bunga pada entah siapa, kalau tidak salah ada acara wisuda. Dengan semangat 45, bergowes rialah saya di pagi yang cerah.                 Sebelumnya mungkin saya akan mendeskripsikan kampus tempat belajar saya. Kampus saya itu cukup luas dari pada kampus tetangga, dengan setiap jurusan dan prodi masing-masing, punya gedung sendiri bercat kuning kecoklat-coklatan. Tempatnya bersih, d

Pranaris Luna

Seperti malam kemarin, malam tahun lalu, bahkan malam saat pertama kali aku duduk di kursi malas ini, beserta segelas kopi manis sambil mencoba bermalas-malasan. Tetapi tidak bisa, malam ini langit terlalu menggodaku untuk terus menatap semburat kebiruan bagai samudera yang telanjang memamerkan keindahan lekuk tubuhnya, cahayanya menerpa wajahku. Ada ribuan? jutaan? Entah berapa banyak bintang putih berpendar tersebar mengalungi langit itu, begitu damai, tenang, namun juga menitip asa yang tak pernah terpuaskan. Mungkin bulan purnama di atasnya menjadi tiang penopang di mana langit itu berdiri. Bukan itu saja, malam ini juga aku diperhatikan oleh hamparan luas sawah hijau yang terlihat karena cahaya rembulan yang begitu terangnya. Dari ujung timur sampai ujung barat, mereka menyaksikanku, seperti menonton pertunjukkan opera yang penuh haru biru. Di tambah, kunang-kunang menari asyik terbang dengan pendaran cahaya pada tubuhnya. Aku kira dia sama seperti bintang di atasn