Skip to main content

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2
Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak

Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung.

Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur dengan banyaknya sketsa-sketsa komedi di dalamnya, apalagi bertabur cameo aktor-aktris sunda. Untuk ukuran hiburan film ini memang bisa sangat dinikmati.

Kelebihan, film yang menghibur dengan banyolan lokal menengah ke bawah. Apalagi pada adegan di Malang. Terasa sekali lawakan ala ketoprak atau ludruk disajikan dengan manis. Film ini dapat dinikmati hanya cukup dari wajahnya saja.

Kekurangan, oke ini yang paling banyak unek-unek. Film bergerak berdasarkan satu sketsa ke sketsa lain sehingga membuat saya merasa film ini hanyalah sekumpulan sketsa komedi tanpa ada tarik ulur emosi benang merahnya (bisa dibilang terlena). Akibat penyakit besarnya itu, mampu merembet pada 3 dimensi karakter itu sendiri (psikologis, sosiologi, fisiologi). Penonton masih jauh dari afeksi hasrat dari para tokoh sebab dibutakan oleh komedi-komedi singkat. Tokoh Bayu dibilang jauh untuk dibaurkan pada penonton, bahkan dia akhirnya merupakan anak badboy (katanya berjuang ke Bandung tapi malah pacaran). Lagu-lagu pada film ini pun terbilang hampir semua bagus, namun eksekusinya jadi blas asal tempel, hanya menjadi pengisi montage-montage intercut tanpa memberikan sumbangsih besar pada penceritaan (naratif). Padahal bisa saja lagu ini dikemas dalam film lebih baik agar penonton bisa menyerap dan jadi lebih suka dengan film/lagunya. Kalau sudah suka peminatan seni penonton makin melebar dan perputaran industri makin berkembang, tapi sayangnya yahh.. gitu. Pun mengangkat budaya Jawa-Sunda hanya sebagai bahan komedi saja tidak ada kontekstual sentimen yang mendalam. Padahal masih bisa mengemas mitos-mitos atau permasalahan antar dua suku besar ini, seperti warisan perang bubat, dan sentimen suku lainnya atas justifikasi yang beredar selama ini.

Film ini sebelumnya mau saya komparasi sama film Suckseed (Thailand Movie) -hampir mirip anak muda band-. Tapi ekspetasi ku makin menurun dan enggan saya sandingkan. Bahkan psikologi anak muda yang diterapkan pun tidak begitu relate dengan penonton. Adegan sedihnya hanya disajikan sajian verbal dan skoring sedih. Sampai kapan film Indonesia stuck di komedi formalistik tanpa ada penyinggungan mendalam? Tapi ada syukurnya, karena film ini sudah sedikit lepas pada Inferiorisme dan Xenosentrisme, seperti pada film sebelumnya.
Sekian, terimakasih.

17-03-19

Comments

Popular posts from this blog

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18