Skip to main content

Eksistensialisme Relijius (Soren Keinkegard) Ngaji Filsafat ke-30 (Ulasan)

Eksistensialisme Relijius (Soren Keinkegard)
Ngaji Filsafat ke-30
Oleh: Fahrudin Faiz

Soren Keinkegard merupakan salah satu filsuf denmark yang terkenal setelah ia meninggal. Hidupnya mengalami kemalangan, semenjak kecil sampai besar ia mendapati kesialan di dalam keluarganya. Padahal ia dalam keluarga relijius dan kaya raya. Hidupnya berubah tatkala Ibunya Meninggal dan Ayahnya berselingkuh dengan pembantumya sehingga membuat hubungan mereka retak. Soren mulai berubah tak karuan karena mengalami depresi, namun pada akhirnya ia baikkan dengan Ayahnya. Malang nasib Soren beberapa waktu baikan, Ayahnya ikut meninggal. Bahkan sampai ada anekdot zaman terdahulu, bahwa jangan ada bayi yang dinamakan Soren nanti ia akan kena sial. Beruntunglah setelah itu ia belajar lebih banyak dan berubah menjadi filsuf relijius, istilahnya hijrah.

Di filsafat eksistensialisnya Soren, merupakan bentuk kritik atas eksistensialisme nya Hegel. Sebab Eksistensialisme Hegel hanya mencakup pada sisi komunal, atau masyarakatnya tidak apda individu manusianya. Eksistensialisnya Hegel hanya membuat manusia semakin bias akan jati diri otentiknya, sebab ia akan harus tunduk dengan pendapat umum, bukan pribadinya. Bentuk dari Tesis, Anti-Tesis dan Sintesis nya Hegel pun dikatakan tidak bisa berlaku sepenuhnya, karena bersifat mekanik. Padahal manusia adalah makhluk yang memiliki kesadaran penuh. Cewek cantik pun tidak semuanya memiliki kekasih Cowok ganteng, nah jadi yang diperdalami Soren adalah "either or" bukan "both-and". Sebab manusia bersifat dinamis atas pengambilan keputusannya.

Lalu apa itu eksistensi? Eksistensi adalah ketika manusia secara sadar penuh baik logika, nalar, dan rasionya. Tidak seperti esensi, eksistensi menyatakan "thatness" sedangkan esensi bersifat abstrak dan universal "whatness". Manusia Eksistensial adalah manusia otentik, otentik ialah orang yang memegang teguh prinsip kebenaran. Kebenaran menurut Soren adalah prinsip atau ide yang cocok terhadap subyek kemudian ia perjuangkan dalam hidupnya, maka ia akan eksis. Sebab kebenaran ialah pengalaman subyektif sedangkan pengalaman obyektif masih bersifat abstrak.

Tahap eksitensialisme Soren ialah: Estetik (hasrat), Etik (tanggung jawab), Relijius (meletakkan yang partikular di atas yang universal).

Menurut Soren, orang yang mengikuti pendapat umum ialah orang yang syirik (berdosa) karena menaruh kepentingan atau otektik dirinya di bawah arus umum. Cth: sekelompok pria bisa saja menggoda perempuan yang lewat di depannya, eh tapi kalo pas sendirian dia malu-malu (nah ini logika crowd). Sebab dalam manusia yang eksis adalah menaruh kemanusiaannya di atas baru di bawahnya adalah citra-citra sosial biar tidak kehilangan kemanusiaannya. Konsep permasalahan manusia zaman skrg juga terletak pada inauthenticy (mengikuti  logika kelompok) dan authenticy (mampu hidup dengan pandangan sendiri tanpa bersandar dengan kelompok atau golongan tertentu)

Menurut Soren, menemukan kebenaran tidak bisa dilalui pada jalan crowd (keramaian) dna ikut arus. Sebab kebenaran itu bisa ditemukan dalam ambiguitas dan paradoks di dalam diri sendiri. Soren juga tidak suka dengan akal dan rasio, maksudnya ia tidak suka dengan manusia yang menggunakan rasio dan akal untuk intrumen pemuas hasrat manusia itu sendiri. Namun rata-rata orang yang pintar umumnya sombong karena ia menganggap bahwa ia adalah satu-satunya orang yang memahami realitas, dia orang yang mengerti apa itu kebenaran hidup. Makanya Soren tidak suka, sebab itu bentuk ketidaksiapan manusia akan kebenaran.
Sekian, terimakasih.

Comments

Popular posts from this blog

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha...

Bagaimana Jika?

"BAGAIMANA JIKA?" Dari sekian banyak kata, istilah, dan elemen yang membentuk kalimat, makna, rasa, emosi, serta menjadi penghubung dari satu semesta (diri) ke semesta lain. Mungkin aku tak bisa merangkai kalimat yang lebih baik dari apa yang sedang terpikirkan, tapi kuharap kamu mengerti. Ada satu kata magis, menjelma udara malam yang menemani banyak aktivitas dengan tatapan kosong: termenung. Frasa ini menyelinap tanpa permisi ke setiap khayal, lalu membiarkan kita membangun berbagai skenario di dalamnya. Frasa "Bagaimana Jika?" selalu banyak kuterakan dalam pola komunikasi dan khayalku, seolah menggantikan tubuh ini melayang di antara jutaan bintang-bintang. Bagi orang kota, "Bagaimana Jika?" adalah sihir pengusir waktu—saat di dalam kereta, atau sekadar menuntaskan hajat di kamar mandi. Bagi para peneliti, frasa ini menjadi kelinci percobaan dalam menemukan tabir dunia yang belum terungkap, yang kemudian mereka abadikan dalam nama penemuan-...