Ngaji Filsafat ke-32
Eksistensialisme Atheisme: Nietzsche
Oleh: Fahrudin Faiz
Nietzsche lahir dari keluarga kristen yang taat bahkan dari kecil ia sering dijuluki pastor muda karena kepintarannya, namun tubuhnya mudah terkena penyakit. Ia meninggal karena sebuah penyakit namun banyak juga yang bilang karena ia kena gangguan jiwa, sebab sebelumnya ia kena penyakit narsistik di mana ia menganggap dirinya sangat penting, namun dia seorang introvert. Di umur 23 tahun ia menyatakan sebagai seorang atheis, semenjak itu ia menciptakan.
Karya-karyanya tidak setebal banyak filsuf. Bersifat Aforisme, yaitu kumpulan cerita yang singkat-singkat dan banyak perumpamaan sehingga pembaca bisa memaknainya secara individu. Sebab beliau menolak sistem. Sistem merupakan mentalitas budak. Mengapa? karena sistem diciptakan dari individu lainnya yang bersifat runtut sehingga membuat manusia mengikuti sistem kemudian kehilangan eksistensinya sebagai individu bebas dan merdeka.
Beliau juga membenci filsuf terdahulu seperti Socrates dan sebagainya. Menurutnya Socrates dkk telah membuat sistem yang kaku dan memperbudak. Sebab sebelum para filsuf itu eksis, terdapat 2 mentalitas Yunani: Dyonisian (bentuk manifestasi Ja Sagen, pendobrak) dan Apollonian (keseimbangan, mentalitas pengendali Dyoisian)
Berbeda dari filsuf lain seperti Schopenheur yang mengatakan hidup ini penuh masalah dan destruktif. Maka Nietsczhe mengatakan “Ya” termanifestasi dalam semboyan “Ja Sagen” pada kehidupan. Ia yakin dapat membuat nilai-nilai baru yang ia ciptakan sendiri.
Dalam kebudayaan masyarakat terdapat Horison Moral, Horison adalah semacam panduan dalam kehidupan baik benar dan salah secara moral. Menurut beliau horison ini diciptakan oleh orang-orang besar terdahulu seperti filsuf, nabi, bahkan agama. Maka dari itu horison moral bersifat perspektif buatan manusia untuk menundukkan manusia atau masyarakat selanjutnya. Tidak ada benar dan salah di luar manusia, hidup manusia secara primodial tidak memiliki makna, sebab manusia itu sendiri yang memberi makna. Tiap perspektif terdapat kerumitan dan terbatas.
Mitos juga sebagai Geneaologi moral di mana simbol-simbol menjadi sebuah kedok atas nafsu-nafsu, kebutuhan, ketakutan atas pandangan dunia sosial.
Maka muncul lah 2 mentalitas dalam perjalanan kebudayaan masyarakat, yaitu mentalitas budak dan mentalitas tuan. Mentalitas tuan mempercayai apa yang ditindakinya ialah kebenaran dan individu yang merdeka, sedangkan mentalitas budak sebaliknya ia lebih suka dengan crowd dan bertindak berdasarkan kemauan tuannya. Sifat yang disukai mentalitas ini adalah simpati, rendah hati, dan kelembutan.
Maka dari itu terdapat Transvaluasi nilai, di mana terdapat perlawanan-perlawanan dari kaum mentalitas budak namun dalam sifat imajiner,fiksi-fiksi. terus mencoba mengubah mental mereka tersebut menjadi sebuah sifat kebaikan, seperti kalah menjadi mengalah dsb.
Manusia sejatinya hidup memiliki kehendk untuk berkuasa. maka dari itu manusia otentik menurut beliu adalah seperti superman/Ubermasch/ Manusia atas. Manusia harus menciptakan nilai-nilainya sendiri dan mematikan sistem yang mereka gunai. Manusia atas ini bukan seperti pemimpin itu definisi yang berbeda.
Efek samping dari perihal ini manusia menjadi nihilisme yaitu kehampaan dan kesendirian menghantuinya. Ada Nihilisme persimis dan nihilisme optimis. Di sini Beliau dalam ceritanya bilang “tuhan telah mati.. tuhan telah mati”
Sekian, Terima kasih.
HSA
Comments
Post a Comment