Oleh: FF
Kemarin setelah mencoba memahami kebebasan dalam dunia barat, kembali lagi ke dunia timur atau sufistik (Islam). Entah kenapa saya selalu mendapat titik poin pengetahuan atau kesadaran baru kalo uda membahas mengenai realitas yang dihubungkan oleh mistisme sufistik, sekarang mengenai kebebasan dalam pandangan filsafat.
Ibnu Arabi memandang kebebasan dengan klasifikasi manusianya. Ada Insan Kamil dan Insan Hayyawin (kalo ga salah), Insan kamil ialah kepatuhan total kepada Allah swt, lepas dari segala ego membelenggu, sedangkan Insan Hayyawin (kalo ga salah) kebalikan dari Insan Kamil, maqamnya belum masuk ke dalam manusia sempurna (Khalifah). Ia masih terjebak pada nafsu-nafsu, ego, dan kecintaan dunia yang mendalam baik secara sadar maupun tidak. Nah lalu apa maksudnya kedua di atas dari kebebasan itu sendiri?
Ternyata kebebasan bagi dunia Timur dan Barat secara singkat itu berbeda. Dunia Timur memandang kebebasan ialah (Freedom For) yaitu bebas dari. Bebas dari ini mengenai bebasnya ia dari nafsu-nafsu, ego yang melekat pada dunia, dan iaengalami penyatuan terhadap Allah, itulah kebebasan sejati menurutnya kurang lebih. Bila di barat konsep Kebebasan justru berbeda, kebebasan ialah liberty yaitu keleluasan diri dalam menyalurkan ego serta kepuasan diri, kebebasan itu akan mencapai manusia yang sempurna (menurutnya).
Ada metode cara teori dalam melepas diri dari hawa nafsu dunia dan keterikatannya, namun diriku belum mempelajari sampai ke sana, yang jelas maksud dalam tahap itu ialah hakikat manusia ialah mumkinul wujud, yaitu subtansinya ketiadaan. Oleh karena itu manusia butuh penyatuan kembali kepada Allah (Innalilahi wa innailaihi rojiun), hal tersebut dijelaskan melalui maqam Tark Hurriyah.
Kebebasan dalam konsep sejati tidak bisa disentuh karena kebebasan sejati itu miliki level Allah sebagai Dzat. Sedangkan manusia hanya bisa menafsirkan dari level sifat. Yup, manusia sebenarnya citra Allah. Mudahnya kalo ad yg ngomong, bagaimana sih Allah itu? Maka lihatlah manusia dalam segi sifat. Manusia dibekali oleh potensi-potensi Allah (sifat), manusia ada potensi sabar, ada potensi berpikir mendalam, ada potensi menentukan kehendak, ada potensi sedih, gelisah dll. Namun tinggal manusianya aja mau milih jalan Ketuhanan atau tidak? (Kebaikan antar umat). Manusia bisa menggunakan Kebebasan dalam segi sifat saja, kalo yang pernah saya sekilas pelajari dulu tentang makna kebebasan yang nihilis. Alber Camus berandai kebebasan sejatinya tidak ada, bebas itu apa sih? Keterlepasan ikatan dalam obyek di luar diri kita, atau kehendak bebas? Pun kalo kita benas kata Camus, kita sebenarnya tidak bebas, manusia selalu terjerat oleh kehendak nya sendiri, jika kita mau ngambil A (atau ada tujuan/harapan A) maka kebebasan kita direnggut oleh ambisi lain atau keinginan lain. Apakah itu kebebasan? Nah ternyata saya sudah memiliki sedikit pencerahan dari Kebebasan Sejati Allah dalam kadar Dzat dan Sifat.
Terimakasih.
Comments
Post a Comment