Laki-laki
itu bernama Bulan, ia berjalan gontai di tengah dinginnya kota London,
berselimutkan jaket yang tebal dia menerobos dinginnya malam sehabis dibasahi
hujan. Entah tak tahu arah kakinya melangkah, dia hanya ingin melupakan
masalahnya. Dia telah kehilangan kekasihnya yang telah menemaninya selama lima
tahun, bukan karena dia telah tiada namun Bulan baru saja putus dengan Dinda
kekasihnya secara sepihak. Dinda telah menemukan pria idamannya dan dia sudah
di lamar oleh kekasih barunya sewaktu Dinda masih mempunyai status dengan
Bulan. Bulan tidak menyalahkannya, dia hanya menyalahkan ruang dan waktu yang
memisahkan mereka. Bulan memang tidak mempunyai prinsip tentang hubungan jarak
jauh, karena baginya suatu hubungan bisa di sebut sepasang kekasih apabla kedua
insan bisa berjumpa dan menjaga satu
sama lain, bukan saling berbicara lewat suara entah dimana orang itu berada.
Ketika Bulan berjalan sudah
berapa jauh kakinya melangkah dari flat tempat tinggalnya. Dia menemukan café
Indonesia dan menghampirinya. Meskipun
café Indonesia ternyata pemiliknya adalah orang Inggris, itu terlihat dari
poster-poster di dinding. Dan Bulan melihat juga banyak mahasiswa atau
mahasiswi yang bekerja sampingan di café tersebut. Hari itu begitu malam
mungkin Bulan adalah orang terakhir yang memesan kopi luwak di café tersebut. Di
antarkan kopi yang Bulan tunggu, tidak berapa lama ada seorang perempuan yang
duduk di tempat duduknya. Perempuan itu adalah orang yang mengantar kopi tadi,
namun sudah berganti pakaian dengan jaket selimut tebalnya. Perempuan itu
menyapa Bulan.
“May
I sit here?” ucapnya.
“Oh,
sure..” Bulan menanggapinya, namun pandangan matanya seperti tidak berada di
sana.
“Kamu
lagi ada masalah ya..?” ucap perempuan tersebut.
“Hmm..
mungkin” Bulan sedikit terganggu dengan pertanyaan perempuan tersebut, karena merasa
perempuan tersebut merupakan orang asing baginya.
“Besok
ikut aku yuk, dari wajahmu kamu pasti orang baru ya.. kenalkan aku Bintang”
sambil menyodorkan tangan.
“Aku
Bulan, kok kamu tahu? Tapi kayanya kamu lebih muda dariku ya? Mau kemana?”
Bulan mulai menanggapi dan bersalaman.
“Haha
iyalah, aku tuh kalau disini ada orang
yang sama-sama dari Indo aku anggap seperti teman semua meskipun belum kenal..ya
besok ikut aku aja” ucap bintang.
“Hmm
oke besok juga aku lagi libur..” ucap
Bulan.
“ketemu
di sini lagi aja ya besok pagi..good evening, aku duluan” ucapnya dan pergi
dari café tersebut.
Mungkin dipikiran bulan dengan
berjalan-jalan dia bisa menghilangkan stressnya terlebih lagi dia baru kenal
dengan satu orang Indo di London yaitu Bintang.
Bulan memang baru saja berhasil
mendapatkan promo dari tempat kerjanya di Indonesia dan pindah ke London
beberapa minggu yang lalu, Bulan pun masih sangat awam dengan daerah London.
Keesokan harinya bulan janjian dan menunggu Bintang di café tersebut. Sambil
memesan kopi dia menunggu dan tidak berapa lama kemudian Bintang
menghampirinya.
“Udah
lama ya nunggu haha sorry ya..” tawa dia dengan senyum manisnya.
“Sedikit
ubanan sih..” ucap Bulan dengan candanya.
“Ya
udah yuk kita berangkat, kopimu juga sudah habis, mumpung aku libur juga hari
ini” ucap Bintang dan beranjak dari meja.
“Oke..”
sahut Bulan dan beranjak juga.
“By
the way, kamu itu tipe orang yang cepet akrab sama orang yang baru di kenal
ya..?” tanya Bulan.
“haha,
ga juga sih aku cuma kasian aja liat kamu sendirian malem-malem dengan tatapan
galaunya..” ucap Bintang.
“kita
mau kemana ini?” Ucap Bulan tiba-tiba merubah topik dengan panglingan wajah
tetap lurus ke jalan.
“kita
ke National Gallery dan National Portrait Gallery buat mengenali kamu
karya-karya lukisan orang Eropa, di sana bisa memanjakan mata kamu dengan
lukisan besar-besarnya” ucap Bintang.
“oke
deh.. “ Ucap Bulan di dalam Bus yang mereka naiki.
National
Gallery memiliki 2.300 lukisan dari masa Renaisans awal hingga Impresionis
(1250-1900). Salah satu lukisan yang dipajang di sini adalah The Virgin and
Child with St Anne and St John the Baptist. Lukisan berukuran besar ini
merupakan salah satu karya besar Leonardo da Vinci (1452-1519) pada masa
Renaisans.
Bulan sambil memandang satu persatu
lukisan dan berfoto dengan Bintang di suatu lukisan, ternyata mereka cepat
akrab. Suasana Galeri yang ramai banyak pengunjung yang datang dari tua hingga
yang muda . Waktu seakan cepat berlalu hari itu, Bulan seperti sudah lupa
dengan masalahnya.
Hari sudah menjelang sore namun kota tersebut
masih mendung dan gelap. Mereka keluar dari tempat tersebut.
“Sekarang
kita ketempat dimana orang yang dateng ke situ, ada mitos bahwa seseorang yang
memejamkan matanya dan mengucapkan masalahnya dalam hati, pasti akan lupa dengan masalahnya. Kita akan
ke London Eye!” ucap Bintang dengan wajah sumringahnya.
“Wah
boleh tuh..” ucap Bulan ikut tersenyum menatap Bintang.
Lalu
mereka menuju ke tempat tersebut, Bulan tidak membayangkan jika Komedi putar
tersebut sangat besar sekali. London Eye
ternyata Kincir raksasa terbesar kedua yang pernah dibangun terletak di
seberang Houses of Parliament, South Bank. Walau antrean untuk menaiki wahana
ini selalu panjang, Mata pun dimanjakan dengan panorama indah kota London, dengan
Sungai Thamesnya.
“Wah
antreannya panjang, kita beli minum dulu yu sambil antre nanti” ucap Bulan
setelah sampai area Eye London.
“Hmm..
aku ikut kamu aja lan” ucap Bintang sambil mengusap tangannya karna dinginnya
kota London hari itu.
Mereka
menghampiri kedai minuman kecil di sekitar London Eye. kalau di Indonesia bisa
di sebut sebagai gerobak, namun yang ini lebih bagus gerobaknya.
“Sir,
can i order two drinks?” ucap Bulan.
“Okey..”
sedikit penjualnya melihat heran kelakuan Bulan yang begitu bahagia.
“Thank
you” Ucap Bulan kemudian pergi dan menghampiri Bintang yang tidak jauh dari
kedai. Penjualnya hanya bisa
menggelengkan kepala sosok Bulan yang tampak ceria.
“Hei
nih, minumnya..” Bulan memberikan minum.
“Terima
kasih..yuk sekarang antre” Bintang mengambilnya sambil berjalan menuju antrean
bersama Bulan.
Tidak
terasa mereka mendapat giliran, namun mungkin hari itu sebuah keberuntungannya,
karena mereka mendapat porsi hanya berdua dalam kapsul tersebut.
“Wah
hari keberuntungan kita, aku baru pertama kali bisa naik kapsul cuma kapasitas
dua orang, mungkin warga London udah bosan kali ya.. gak rugi kita antri paling
belakang” ucap Bintang.
“Menurutku ini lebih sekedar dari
keberuntungan..” ucap Bulan pelan, dan
menatap Bintang.
Mereka
saling menatap sangat lama, wajah mereka saling mendekat. Namun Bintang
memalingkan muka dan menuju kaca besar dan melihat pemandangan kota London.
“Wah
Bulan udah mau di atas nih.. Indah ya..” ucap Bintang, Bulan hanya memandang Bintang
dengan senyumnya.
“Di
pikir-pikir lucu ya, namaku Bulan dan nama kamu Bintang, kebetulan kita bisa
bertemu di tempat seperti ini. Dan anehnya lagi, aku bisa cepat akrab sama
kamu” ucap Bulan menghampiri bintang namun mata mereka tetap melihat pemandangan
kota London.
“Tidak
ada yang namanya kebetulan, semua sudah ada yang atur. Dan banyak orang
menamakannya Takdir” senyum Bintang masih menatap pemandangan kota.
“Nah
sekarang sudah berada di atas, kamu merem dan teriak dalam hati… konon di
tempat ini kamu bisa cepat mengurangi pikiran dari masalah kamu..”
ucap Bintang sambil memukul kecil pundak Bulan.
ucap Bintang sambil memukul kecil pundak Bulan.
“Masa..?” ragu Bulan.
“I..iiya..
cepet buruan!!” ucap Bintang.
“Oke
aku akan merem..” sahur Bulan lalu dia memejamkan mata. Dia sangat serius
memejamkan dan sangat ingin mengurangi beban fikirannya. Meskipun dia sudah
mulai menyukai Bintang, namun masih ada sepercik Dinda di hatinya yang tidak
mungkin dilupakan begitu saja. Di sisi lain Bintang hanya menatap Bulan sambil
menutup mulutnya dengan menahan tawa. Setelah dirasa cukup Bulan membuka mata
dan melihat Bintang di depannya, bertingkah seperti itu dan membuat Bulan
heran.
“kenapa..kok
nahan ketawa?” tanya Bulan dengan polosnya.
“bentar-bentar
ini mitos kamu yang kamu buat-buat aja ya..?” tanya Bulan sekali lagi, Bintang
tidak tahan menahan tawanya, dia tertawa.
“haha..
gak kok, siapa tahu bisa. Masalahnya berkurang gak sekarang?” tanya Bintang
sambil menatap Bulan.
“lumayan
sih..bercanda ya?” ucap Bulan.
“Oke
berati kamu orang kedua setelah aku.. haha, hmm pikir aja sendiri..” tawa
Bintang, lalu Bulan terlihat bodoh karena Bintang dan mereka saling tertawa dan
bercanda. di kapsul tersebut selama turun.
Hanya
beberapa ratus meter dari café Indonesia tempat mereka bertemu, mereka
memutuskan untuk jalan kaki dan berpisah disana.
“Akhirnya
sampai juga, kamu besok-besok masih disini kan..?” tanya Bulan.
Bintang
hanya tersenyum, dan mengatakan “terima kasih Bulan..” ucapnya.
“Iya
sama-sama ,yaudah aku pamit ya..” seru Bulan, dan langkah kakinya mulai
menjauh.
“Oh iya besok lusa aku mampir ke sini lagi ya
habis pulang kerja.. “ ucap Bulan melambaikan tangannya dan bintang pun
membalasnya.
“Aku
harap begitu.. terima kasih Bulan” teriak Bintang.
Selama
dalam perjalanan, entah apa yang dirasakan Bulan, dia merasa ada seseorang yang
merasa bahwa seseorang itu mampu membuat dia merasa hidup kembali, dia hanya
tersenyum dan dan menggelengkan kepala saat mengingat kejadin hari itu.
Kesibukan yang melanda Bulan
tidak membuat Bulan lupa akan janjinya pada lusa hari. Sepulang dari kantor
Bulan menuju café Indonesia yang jaraknya lumayan jauh dari kantornya, namun
dekat dari flat tempat ia menginap.
Setelah sampai café Indonesia. Dia memesan
kopi luwak seperti biasanya namun dia tidak melihat Bintang. Dia bertanya
kepada pegawai Indo yang ada di situ.
“Misi
mas, apa Bintang kerja hari ini?” tanya Bulan.
“Bintang?
Bintang Putriyanti?” Tanya pegawai ragu.
“Hmm
iya mungkin..” Bulan mengiyakan.
“Dia
kecelakaan 3 hari yang lalu ketika pulang malam, kalau tidak salah mas
mengobrol dengannya pada malam itu. Dia tertabrak mobil oleh orang yang mabuk
lalu meninggal di tempat kejadian mas..” pegawai itu tertunduk lesu dan pergi
mengambil sesuatu.
Bulan
hanya terdiam seakan tidak percaya dengan apa yang di katakan pegawai tersebut.
“ini
mas ada di berita lokal juga.. Saya juga sedang berduka mas atas kepergian
sahabat kuliah saya, saya kembali lagi ya mas banyak pengunjung datang” ucap
pegawai berselorh pergi.
Bulan
melihat koran tersebut. Dan ternyata apa yang ia lihat di koran benar. Matanya
berkaca, namun dia masih tetap tidak percaya karena dia kemari lusa habis
seharian bersama Bintang. Dia menghampiri pegawai yang tadi dan menanyakan
kebenarannya.
“Mas..
ini benarkan, jangan becanda sama saya” sambil mengguncang guncangkan pundak
pegawai café tersebut.
“Benar,
mas benar.. maaf mas tubuh saya kecil..” ucap pegawai café tersebut dengan
memegang kepalanya.
Bulan
berlari, dan dia masih tidak percaya, dia menuju area London Eye. Dimana tempat
mereka bertemu kemarin lusa. Bulan tidak tahu kemana langkah kakinya melangkah
namun hanya hati dia yang mengarahkan hingga sampai ke London Eye. Dia merasa masih tidak percaya, dia melihat kedai minuman yang mereka beli.
Dan Bulan menghampirinya di iringi langkah kaki cepatnya.
“Sir, do u remember me? Yesterday I bought drinks in here?” tanya
Bulan sambil nafasnya terseok-seok.
"hmmm. ah yeaah. are you asian men who was happiness on
yesterday? whats up? do you want to buy
a drink again? yesterday, i see you were very thirsty, so that you bought two
drinks at once" ucap
penjual minuman.
“Hah?! That’s what i want to ask, i was with my friend yesterday! His
name is Bintang, Do not joke with me!” ucap Bulan meracau.
“I'm not kidding , yesterday you bought two drinks and you drunk lonely..”
ucap
penjual minuman.
“Thank you..” dia tidak berlari lagi, dia berjalan gontai
menuju kincir angin yang kemarin mereka naiki.
Selama
menaiki kapsul, Bulan hanya terdiam bahkan terlihat lesu, perempuan yang ia
temui kemarin lusa dengan tawa dan senyum manisnya. Masih terasa dalam
bayangannya seolah-olah dia masih ada di situ, belum lagi Bulan sangat hapal
dengan harum rambutnya yang panjang sepundak itu. Seketika Bulan sudah berada
di puncak, dan memejamkan mata.
“Apa
yang terjadi sama kamu, bukan salah keadaan. Aku menyukai dirimu bahkan baru
sehari kita bertemu. Aku memejamkan mata bukan ingin melupakanmu namun aku
meminta, untuk tetap mengingat kenangan bersamammu. Aku tidak menyesalinya atau
bahkan mengutuk diriku sendiri. Aku banyak belajar dari kamu, dan yang aku tahu
kamu jiwa periang dan orang yang menepati janji, Teruntuk Bintang dari Bulan” ucap Bulan dalam hati dan masih dalam
pejaman matanya.
“Terima kasih, Bulan..”
seketika ia mengingat kembali ketika malam itu Bintang mengucapkan terima kasih
padanya di sertai senyum manisnya.
Comments
Post a Comment