Skip to main content

Kunang-kunang dan Malamku (Cerpen)




Ketika Tuhan Berfirman..
Mana pula yang aku sangsikan, tiada firmannya yang kuabaikan.
Binatang-binatang sawah pun ikut berkhitman dalam malam.
“Biarkan aku bersandar padanya, aku telah menemukan cinta dalam cobaannya, oleh karena itu aku terang dalam gelapnya malam” ucap kunang-kunang berparas terang.
Aku kemudian duduk di pelantaran singgahku mengadu kedewasaan, dimana aku terus terbuai oleh ucap si kunang-kunang. Aku ingin berbincang dengannya lagi. “Bagaimana caranya aku dapat bersandar padanya lagi, sedangkan tiap kulit didalam darahku penuh darah hitam bercampur dosa yang tak terhitung” Ucapku dalam batin.

Ku kejar, berlari memupuh seperti orang yang kehilangan arah. Melupakan tiap luka yang hinggap pada kaki karena duri-duri bersarang di tiap jemari kaki.
Kunang-kunang tersebut diam di suatu tempat dekat dengan padang rumput yang luas, terbang kesana-kemari seperti sedang menungguku. Aku terbelalak mengagumi tiap gundukan tanaman di bukit itu, malam itu terhampar bulan yang bulat membesar terangnya seperti menghilangkan sedikit gelap yang tersamar. Pelangipun ada di setiap likuk bulan menemani sang bulan yang bahagia. Perlahan langkah kakiku melambat merasakan sorga cinta dunia yang diberikan tuhan. Nafasku mulai merasakan cinta dalam kepahitan dosa.

“Kunang-kunangku, kau terang bagai rembulan di atas bukit ini, bercampur harum wangi bunga mawar, Mengapa kau terus berderang di tengah malam padahal yang kutahu malam hanya menyisakan kepahitan” Ucapku dalam buai.
“Tidak, aku tidak berderang namun Takdir Tuhan yang membuatku merasakan terang, dalam cinta aku bersandar padanya, meskipun aku tahu sorga bukanlah tempat tinggalku kelak. Engkau yang akan menghuninya merasakan cinta maha dahsyat daripada sekedar terang berderang yang aku lakukan malam ini..” Ucap sendu senyumnya bertatap iri, dia melanjutkan..

“Aku bersandar padanya karna aku Ikhlas merasakan keadaan dunia yang penuh kebodohan ini. Kau adalah penjaga seisi bumi, dan kau akan merasakan maha cinta di dunia lain.. Bagaimana denganku yang hanya kunang-kunang berharap terus berharap bisa terang setiap hari? Aku hanya Ikhlas..” Ucapnya kemudian, sekarang kunang-kunang itu perlahan pergi meninggalkanku, melewati tiap gundukan bukit yang Indah. Perlahan ia menuju langit terbang meninggi seakan menunjukkan keindahan cinta yang diberikan Tuhan kepadanya.

Aku hanya berdiam seribu bahasa, tiap kata enggan aku ucap karena kebahagiaanku. Bahagia karena ku tahu bahwa di dunia ini terdapat pilihan. Antara aku yang bersandar langsung kepada tuhan dalam lima waktu sehari atau aku hanya tenggelam dalam buai pada kesemuan materi. Dalam diam, aku tetap berharap bahwa cintaku kepada Tuhan semoga dibalas dengan keindahan duniaku yang lain. Serta aku ingin membawa kedua merpati yang memberikanku cinta hingga aku tumbuh besar, serta salah satu cinta yang teramat aku hargai. Dia seperti malaikat lain yang datang mengetuk pintu yang telah lama terkunci dalam gelap, dia permaisuriku dari istana-istana sederhana, dengan cinta yang sederhana pula. Kembali kutatap kunang-kunang itu terbang meninggi diatas fulan dan membesar, hingga pada akhirnya cahaya itu berpendar bagai kembang api termegah dalam dunia, cahayanya berpencar menjadi rasi-rasi bintang. Dia menemani bulan dari gelapnya malam, membantu aku untuk menemukan jalan ketika pulang.

Bulan sekarang kau tak sendiri ada percikan cahaya yang menemanimu, ialah kunang-kunang cinta yang bersandar pada Tuhan.

Mataku tak mau mengedip sedikitpun, air mata berlian keluar dari bola mata anggunku yang merana, kurasakan kebahagiaan dalam batin. Merasa aku adalah manusia.

Esok hari ku meyakini dalam perjalanan pulang bahwa ku akan bersandar pada Tuhan dan mencoba membantu kunang-kunang dan bulan dalam menemani malam. Malamku kian tak gelap, sinaran indahnya langit membantuku untuk terus pulang. Dengan segenggam cinta, aku rasa aku akan berguna bagi mereka, dan untuku malamku, merpatiku dan juga pelangiku..

Kunang-kunang dan malamku...

Comments

Popular posts from this blog

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d