Ketika Tuhan Berfirman..
Mana pula yang aku sangsikan, tiada firmannya yang
kuabaikan.
Binatang-binatang sawah pun ikut berkhitman dalam
malam.
“Biarkan aku bersandar padanya, aku telah menemukan
cinta dalam cobaannya, oleh karena itu aku terang dalam gelapnya malam” ucap
kunang-kunang berparas terang.
Aku kemudian duduk di pelantaran singgahku mengadu
kedewasaan, dimana aku terus terbuai oleh ucap si kunang-kunang. Aku ingin
berbincang dengannya lagi. “Bagaimana caranya aku dapat bersandar padanya lagi,
sedangkan tiap kulit didalam darahku penuh darah hitam bercampur dosa yang tak
terhitung” Ucapku dalam batin.
Ku kejar, berlari memupuh seperti orang yang
kehilangan arah. Melupakan tiap luka yang hinggap pada kaki karena duri-duri
bersarang di tiap jemari kaki.
Kunang-kunang tersebut diam di suatu tempat dekat
dengan padang rumput yang luas, terbang kesana-kemari seperti sedang
menungguku. Aku terbelalak mengagumi tiap gundukan tanaman di bukit itu, malam
itu terhampar bulan yang bulat membesar terangnya seperti menghilangkan sedikit
gelap yang tersamar. Pelangipun ada di setiap likuk bulan menemani sang bulan
yang bahagia. Perlahan langkah kakiku melambat merasakan sorga cinta dunia yang
diberikan tuhan. Nafasku mulai merasakan cinta dalam kepahitan dosa.
“Kunang-kunangku, kau terang bagai rembulan di atas
bukit ini, bercampur harum wangi bunga mawar, Mengapa kau terus berderang di tengah
malam padahal yang kutahu malam hanya menyisakan kepahitan” Ucapku dalam buai.
“Tidak, aku tidak berderang namun Takdir Tuhan yang
membuatku merasakan terang, dalam cinta aku bersandar padanya, meskipun aku
tahu sorga bukanlah tempat tinggalku kelak. Engkau yang akan menghuninya
merasakan cinta maha dahsyat daripada sekedar terang berderang yang aku lakukan
malam ini..” Ucap sendu senyumnya bertatap iri, dia melanjutkan..
“Aku bersandar padanya karna aku Ikhlas merasakan
keadaan dunia yang penuh kebodohan ini. Kau adalah penjaga seisi bumi, dan kau
akan merasakan maha cinta di dunia lain.. Bagaimana denganku yang hanya
kunang-kunang berharap terus berharap bisa terang setiap hari? Aku hanya
Ikhlas..” Ucapnya kemudian, sekarang kunang-kunang itu perlahan pergi
meninggalkanku, melewati tiap gundukan bukit yang Indah. Perlahan ia menuju
langit terbang meninggi seakan menunjukkan keindahan cinta yang diberikan Tuhan
kepadanya.
Aku hanya berdiam seribu bahasa, tiap kata enggan aku
ucap karena kebahagiaanku. Bahagia karena ku tahu bahwa di dunia ini terdapat
pilihan. Antara aku yang bersandar langsung kepada tuhan dalam lima waktu
sehari atau aku hanya tenggelam dalam buai pada kesemuan materi. Dalam diam,
aku tetap berharap bahwa cintaku kepada Tuhan semoga dibalas dengan keindahan
duniaku yang lain. Serta aku ingin membawa kedua merpati yang memberikanku
cinta hingga aku tumbuh besar, serta salah satu cinta yang teramat aku hargai.
Dia seperti malaikat lain yang datang mengetuk pintu yang telah lama terkunci
dalam gelap, dia permaisuriku dari istana-istana sederhana, dengan cinta yang
sederhana pula. Kembali kutatap kunang-kunang itu terbang meninggi diatas fulan
dan membesar, hingga pada akhirnya cahaya itu berpendar bagai kembang api
termegah dalam dunia, cahayanya berpencar menjadi rasi-rasi bintang. Dia
menemani bulan dari gelapnya malam, membantu aku untuk menemukan jalan ketika
pulang.
Bulan sekarang kau tak sendiri ada percikan cahaya
yang menemanimu, ialah kunang-kunang cinta yang bersandar pada Tuhan.
Mataku tak mau mengedip sedikitpun, air mata berlian
keluar dari bola mata anggunku yang merana, kurasakan kebahagiaan dalam batin.
Merasa aku adalah manusia.
Esok hari ku meyakini dalam perjalanan pulang bahwa ku
akan bersandar pada Tuhan dan mencoba membantu kunang-kunang dan bulan dalam
menemani malam. Malamku kian tak gelap, sinaran indahnya langit membantuku
untuk terus pulang. Dengan segenggam cinta, aku rasa aku akan berguna bagi mereka,
dan untuku malamku, merpatiku dan juga pelangiku..
Kunang-kunang dan malamku...
Comments
Post a Comment