Kembali kita berkata walau bukan derma rasa,
Disebuah tempat terpaku jiwa dalam jeruji,
Maka tak pernah selesai nasib manusia,
Terus mengukur dan menyanyi dalam elegi-elegi,
Dilantunkan pada embun-embun dini,
Berharap segera langit menurunkan bulir basahnya,
Agar dihirup patrichor di dalam udara yang dingin, dingin...
Di dalam pintu rumah kaca ini, bisa disaksikan bagaimana dirimu bernaung tanpa memghirup udara dini,
Sedang embun membangunkan dirimu sekajap pada sadar yang tak kau anggap.
Lalu kau kembali terlelap,
Serta nyanyian masih menjadi udara dingin yang begitu beku, kemudian jiwanya hilang tanpa tersentuh.
16.02.21
Comments
Post a Comment