Skip to main content

Ingatan Film: Layla Majnun (2021)

Layla Majnun (2021)
Dir Monty Tiwa

Layla Majnun merupakan film yang terinspirasi dari buku klasik Layla Majnun dari  Nazami Ganjavi. Inspirasi dari karya tersebut membawa konsep film ini lebih modern dan penuh nilai motivasi, hingga sedikit ada gubahan sastra khas Timur.

Bercerita tentang Layla perempuan feminis yang menentang akan perjodohan namun akhirnya luput juga ikut keinginan pamannya yang antagonis. Dinikahkan oleh Salim teman kecil sekaligus Calon Bupati di desanya. 
Layla orang yang mandiri, independen, dan penulis handal di desanya. Pada suatu ketika dia mendapatkan beasiswa menjadi dosen tamu di Azerbaijan. Di sana ia bertemu dengan Samir, mahasiswa Azerbaijan yang diam-diam menaruh hati pada Layla karena buku yang dibuatnya. Pergolakan drama Layla dan Samir terjadi di sini, antara pernikahan dan mencintai jadi sebuah konflik. Persis seperti kisah Layla Majnun asli.

Hal yang saya sukai dalam film ini ialah percikan dialog beberapa yang terjadi dalam adaptasi karya Layla Majnun asli. Adegan-adegan pernyataan cinta Samir kepada Layla dll. Ada juga di ranah konflik adegan yang mengikuti roman Layla Majnun, saat Samir menyendiri di Goa. Hanya itu..

Hal yang saya tidak sukai, hmm lumayan banyak. Secara alur dan pertalian magis antara Samir dan Layla begitu buru-buru sehingga saya tidak memahami alasan Samir begitu mencintai Layla pokoknya tidak ditunjukkan adegan yang matang bagaimana proses itu terjadi. Secara tokoh okey, tapi dalam hubungan antar tokoh terlalu banyak sisipan2 yang diada-adakan sehingga boros, bahkan terbilang tidak logis. Ada juga ciri khas Monty Tiwa di sini, bagaimana film inspirasi atau adaptasi dari karya lain selalu harus berujung bahagia. Itu yang membuat film ini lebih-lebih anti klimaks.
Padahal saya sangat terkesima melihat trailernya, bahwa film ini akan sangat puitis. Ternyata hanya film promosi wisata Azerbaijan saja.
Terimakasih
3/10

Comments

Popular posts from this blog

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d