Ingatan Film: Space Sweepers (2021)
Dir. Jo Sung-Hee
Film ini menjadi sebuah upaya pembuktian bahwa Korsel bisa menghasilkan scfi sekelas Holywood dengan cita rasanya sendiri. Ketika saya menonton film ini, wuzzz berasa menonton tema luar angkasa sekelas Star Trek atau Star Wars (Tanpa ada Alien).
Space Sweepers bercerita tentang sekelompok Cleaning Service Partikelir atau bisa disebut Kelompok Pemulung di era tahun 2092. Bumi sudah kehilangan ekosistemnya karena ketamakan manusia, sehingga membuat manusia mengungsi ke luar angkasa tepatnya masih dalam orbit bumi. Sayangnya yang menguasai luar angkasa ini adalah perusahaan swasta bernama UTS. UTS hanya mengambil manusia-manusia cerdas, dan orang-orang kaya untuk bisa tinggal di sana, diluar itu hanya pemulung dan sisanya berada di bumi. UTS berniat untuk kapitalisasi kehidupan baru di Mars daripada memperbaiki Bumi, yang diketahui karena keberhasilan nano-robot yang tidak sengaja disuntikkan ke anak kecil. Anak kecil itu menjadi kunci untuk membuat revolusi tumbuhan sintetik di Mars. Konflik terjadi, karena anak kecil itu kabur dan diam-diam menyusup ke kapal kelompok CS tsb. CS tersebut tahu konflik yang terjadi, mereka harus menjauhkan dan memberhentikan rencana tamak UTS.
Hal yang saya sukai dari film ini adalah penyajian visualnya yang keren dan bobot naskah yang baik, meskipun agak terseok pas epitasio ke resolusi. Pendalaman antar karakter yang kuat sehingga saya menikmati hubungan emosional anak kecil dan kelompok CS tersebut. Seperti halnya film bertema luar angkasa meskipun terlihat mirip dengan Holywood namun Korsel memiliki warna lain dalam penyajiannya. Terlihat begitu vibrant dan cerah seakan-akan film ini juga dapat dinikmati oleh keluarga meskipun cerita di dalamnya begitu serius. Ini membuktikan bagaimana Korsel dapat mengandalkan pengalaman sinematik yang baik. Serta memiliki kesan "new cinema" yang ditunjukkan Korsel pada dunia, atas kemegahan dan penuh warna di dalamnya.
Pemeran Bubs di sini saya pikir cowok karena dari suaranya, ternyata dia robot wanita, agak lumayan aneh tapi mungkin Korsel sudah mulai memasuki pelan-pelan filmnya dengan dunia LGBT.
Hal yang tidak disukai saya adalah bagian-bagian kecil pada alur yang gagal menampilkan kisah heroik-dramatis. Epitasio yang harus menjadi cerita bahagia dll. Makanya tadi saya sempat bilang agak dragging di belakang, meskipun penonton tidak akan protes misal menggunakan cara yang bahagia juga.
Kesimpulan pada film ini ialah Korsel mampu menjadikan dunia sinemanya sudah setara dengan Hollywood dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Saya jadi berpikir Indonesia baru mulai bergerak, lalu tersendat gara-gara pandemi. Ngomongin film ini, cocok untuk keluarga atau remaja dewasa yang suka dengan genre scfi. Kalo untuk penonton art house keknya masih akan menganggap B aja deh film ini. Tapi overall film ini begitu terlihat humanis dengan segala keseriusan plotnya.
Terimakasih.
8/10
Comments
Post a Comment