Oleh: FF
Di dalam jendela matanya terdapat pancaran kehendak,
Di lorong jantungnya terdapat kematangan ruh,
Namun sayang, kehendak nasibnya melewati ironi-ironi namun itu ialah lidah api yang menyala-nyala selamanya.
Membaca Kahlil Gibran kembali namun khusus ngaji ini lebih fokus pada buku yang berjudul "Sang Nabi". Buku ini berisi prosa/puisi beliau dalam pandangannya akan kehidupan. Meskipun saya tahu sebelumnya watak dasar dari hidup beliau adalah cinta, eksistensi gerak hidup ialah cinta, dan saya mengamininya.
Di buku ini terdapat perjalanan kehidupan manusia dalam lahir, ruh, akal, perasaan, kesenangan, kebebasan, kematian, serta anak. Bagi ia anak memiliki perahu dan arah mata anginnya sendiri yang tidak bisa orang tua atau siapapun kendalikan sepenuhnya. Kita bisa memberikan makan tapi tidak bisa mengendalikan kehendaknya karena setiap insan itu terlahir bebas dan sudah memikul nasibnya sendiri.
Begitu juga kebebasan, menurutnya bila kita manusia menuntut kebebasan maka saat kita bisa menjelaskan konsep kebebasan yang kita yakini tsb, maka sifat bebas itu sudah tidak ada, kebebasan tersebut sudah diterjemahkan melalui kita untuk mengikat kita di mana kita tidak akan bebas kembali, mungkin saja kedepannya akan mencari konsep kebebasan lainnya agar lepas dari kebebasan yang sebelumnya kita miliki. Terdengar begitu paradoks memang konsep kebebasan ini makanya kita kadang tak perlu memikirkan konsep2 baru. Hanya perlu dilakoni saja.
Intinya buku ini menyorotkan manusia agar untuk melihat segala sesuatu di dalam dirinya dahulu sebelum menilai ke luar atau perlihatkan mikrokosmos maka akan mempengaruhi makrokosmos dan menelusup ke dalam metakosmos.
Sekian, terimakasih
Comments
Post a Comment