Skip to main content

Upside Down (2012) (Ulasan Film)



Upside Down (2012)
Dir : Juan Diego Solanas
Film romance unik, bercerita dalam alternatif universe ketika dua dunia menyatu menjadi satu (pararel) terdapat dunia bawah dan atas. Dunia bawah sangat tertinggal infrastruktur nya dari dunia atas, seperti pabrik atau bekas perang dunia. Kontras dengan dunia atas yang berisi peradaban canggih dan teknologi modern. Jembatan ke dunia atas dan bawah hanya dimiliki oleh perusahaan swasta bernama Transworld. Mereka memonopoli semua infrastruktur (sepertinya yang kerja di sana akan menjadi favorit idaman mertua). Kisah cinta berlangsung dari pertemuan tidak terduga Adam (dr dunia bawah) dan Eden (dr dunia atas) di sebuah gunung sehingga membuat mereka saling jatuh cinta, sampai pd akhirnya Eden amnesia akibat ketahuan oleh patroli dunia atas. Ya, hubungn langsung antr dunia atas dan bawah dilarang scr hukum.
Kisah cinta di dalamnya bernama cinta storge, di mana cinta muncul akibat pergelumutan emosi yang ditanam sedari kecil. Visual yang ditampilkan fantastis namun juga sekaligus sedikit pusing karena nontonnya bs di bulak balik. Sy salut dengan aktingnya kristen dunst di mana saya merasakan empati dirinya drpada adam, pdhl yang disorot selalu Adam. Struktur film ini bersifat Induktif (tiga babak) dengab gaya penceritaan unrestricted.
Film ini juga menggambarkan, surealisme kontras sosial. Antara kaum bourjois dan proletar. Pengaruh dunia yang paling besar adalah dr dunia bawah (proletar) karena mereka  yang kerja keras dalam melakukan banyak hal. Beda dengan dunia atas ia hanya menklaim paten dari krja keras dunia bwh karena dia punya modal produksi (infrastruktur) dan ikatan hukum yang ia buat sendiri, smpai sini sudh bisa dinamakan neo-liberalisme.
Sy menemukan hal lain dr film ini mengenai kompetisi dunia atas, revolusi brgerak untuk merubah sistem lama ke sistem baru, namun dengan gaya penjajahan baru. Saya salut dgn film luar karena mampu memberikan visual statement/konteks yang dibawa, bukan hnaya terpaku pada penceritaan utama saja (story) tp ada masalah universal yang diangkat. Tidak menyempitkan cerita.
Terimakasih. Film ini recommended!
7.5/10
#upsidedown #review #film #feature #tinjauan

Comments

Popular posts from this blog

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d