Skip to main content

Happy Death Day 2U (Ulas Film)

Happy Death Day 2U
Dir : Christopher Landon
-
Sebuah sekuel dari pendahulunya Happy Death Day, Christopher Landon membawa dimensi baru dengan gaya naratif overlapping namun secara story film ini berjalan linier. Dengan pendapatan yang fantastis pada film pertama untuk sekelas film B, maka film ini dibuat untuk mengulangi keberhasilannya.
-
Bercerita tentang keberhasilan Tree keluar dari kehidupan yang diulang-ulangnya. Namun, Ryan yang menciptakan Sisi (sebuah awal sebab penyebab kejadian ini bermula, bukan kejadian apa adanya). Karena kesalahan Ryan, Tree kembali mengalami pengulangan waktu dengan pelebaran genre di dalamnya. Di sini Sang sutradara mencoba mem-pop kan gaya tutur naratif jarang digunakan ini (film lain: Edge of Tomorrow)
-
Jujur, film ini tidak seseram versi pertamanya karena pembawaan nartif juga gaya terbuka sehingga penonton sudah tahu siapa dan apa penyebabnya. Konsekuensi yang dihadapi sutradara dengan melebarkan sub-plot (genre) secara positif membuat film ini lebih mudah diterima banyak penonton awam, tapi mengorbankan pembangunan karakter serta penceritaan itu sendiri. Bahkan terdapat pesan moral secara "verbal" yang membuat film ini mengurangi kekhusyukan penonton dalam mengambil nilai yang terdapat pada filmnya. Dalam penghitungan tangga dramatik terdapat lebih 11 kenaikan tensi dan penurunan tensi berjumlah 4 (perhitungan turning point dan rising action). Apalagi ketika film ini berubah menjadi scince-fiction ?? Ah iya color pallete yang digunakan juga menggambarkan psikologis tokoh dalam situasi mencekam atau tidak, warna orange kecoklatan ketika tensi turun dan biru ketika tensi naik dan berhadapan dengan si topeng bayi. Mungkin film ini cocok untuk penonton awam yang ingin menikmati penceritaan gaya baru sebuah film dan penikmat thriller. -
Disponsori oleh: @recomeapp
-
#ulasanfilm #film #happydeathday #movie #review #reviewfilm

Comments

Popular posts from this blog

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d