Dir: Robert Rodriguez
Oleh: Herlambang Setia Aji
Oleh: Herlambang Setia Aji
Film besutan Robert (Sin City, From Dust Till Dawn) dan dukungan teknologi dari James Cameroon membuat karya ini mendapatkan banyak perhatian publik. Bersetting di masa depan, seorang dokter bedah robot menemukan puingan robot di tempat puingan sampah, yang ternyata robot tersebut (Alita) merupakan teknologi terbaru pada zaman dahulu (300 tahun lalu) dan belum tercatat dalam sejarah manusia akibat perang pada dunia atas dan dunia bawah.
Secara plot tidak ada yang spesial, sebab formula tiga babak ini memang pakem ampuh dalam memaparkan cerita dan mudah dipahami penonton awam. Pendalaman masing-masing karakter pun solid, seperti cowoknya Alita yang memiliki alasan tertentu untuk berubah (tidak sebagai pencuri). Hal yang bisa diapresiasi dalam film ini adalah CGI besutan James Cameroon yang sangat realistis dengn teknologi terbarunya, perkawinan yang apik.
Hal subtansi yang dapat diperhatikan pada film ini dalam bagian hubungan anak dan ayahnya, perempuan dan laki-laki dalam hubungan khusus, dan relasi perluasan hubungan seksualitas terhadap bentuk lain (robot), dan ketimpangan sosial pada kelas pekerja dan burjois.
Hubungan anak dan ayah, bisa dilihat pada hubungan Alita dan Ayah angkatnya bagaimana kaum tua (konservatif) yang membelenggu Alita untuk menemukan jati diri alamiahnya (identitas). Alita seorang pemberontak yang offensive, tapi dengan tindakannya dia menemukan jati diri dia sebagai robot, andai saja dia mengikuti aturan ayahnya, mungkin saja ia hanyalah seorang robot yang kaku dan tidak menemukan jati diri alamiahnya. Teori ini disebutkan pada Rosseou dalam ulasan sy kemarin.
Hubungan khusus, terjadi pada Alita dan pacarnya. Di sini sy lihat berdua adalah remaja yang dilanda cinta (eros) sebab cinta ini muncul akibat penggebu2an tindakan yang mereka alami. Di sini perempuan dinilai lebih dewasa daripada laki-laki, sebab laki-laki hanya berpikir pragmatis.
Hubungan seksualitas manusia dan robot, identitas manusia dalam film ini jadi bias. Atau mungkin satire? Bagaimana kaum kelas pekerja hanyalah manusia setengah robot yang bekerja untuk keberlangsungan hidup dunia atas? Namun manusia di sini memang bias, apakah orientasi seksual manusia disebut berlainan jika mencintai sepotong logam?
Ketimpangan sosial pada film ini mengingat kan saya pada film Up and Down. Di setting ini memperlihatkan dunia bawah sangat berantakan, kompetisi, bahkan di antara para pemburu penjahat pun mereka bisa sampai berantem demi beberapa uang untuk hidup. Padahal, dunia atas baik-baik saja, dan alasan mereka terus bekerja karena dijanjikan untuk tinggal di dunia atas. Semua orang berlomba-lomba untuk bermimpi dapat hidup di dunia atas.
Sekian, terimakasih.
Sekian, terimakasih.
27-02-19
Comments
Post a Comment