Skip to main content

Kamu Indonesia Banget Kalau.. (Ulasan Buku)


Kamu Indonesia Banget Kalau..
Oleh : Beurit Renser

Setelah kemarin liburan dengan bacaan ringan, Gerumul bersama Gus Mul, sekarang ada buku yang membuat saya penasaran tentabgtertutup perspektif terbuka orang Estonia terhadap kebudayaan manusia Indonesia.
Banyak perspektif yang saya belum tahu sebelumnya tentang Indonesia kecuali yang baik-baik. Di bukunya, saya mendapat hal yang sedikit lebih rinci dari pengetahuan minim saya selaku orang Indonesia.
Dalam bukunya saya menyimpulkan kebudayaan Indonesia tak ubahnya kebiasaan orang India atau Timur Pasifik. Masih kental akan Agama, keramah tamahan, sampai kelebihan baik. Selain itu, dia juga memandang Indonesia bangsa yang kolektif, benci individual atau privasi, suka buang sampah, biokrasi bertele-tele, orang Indonesia menganggap orang yng tinggal di hutan jauh dari peradaban, menikah itu wajib, tertutup dalam seksualitas.
Hal terakhir yang membuat saya jadi menyimpulkan hal lain adalah tentang keistimewaan bule dihadapan orang Indonesia. Ada kawan penulis ini yng tidak mau pupang lagi ke Negaranya karena di sini ia bak raja dalam istana, berbeda di Negaranya dia jomblo dan pemalas. Sehingga dia beranak pinak di sini.
Saya jadi kepikiran, orang Indonesianya yang terlalu ramah-tamah dengan orang luar atau syndrom post-kolonialisme masih mendarah daging. Tapi saya ambil kesimpulan pertama, asal tahu diri saja.
Satu lagi, kata orang Estonia ini orang Indonesia mengedepankan moralitas dalam segala hal, sehingga terkadang terjadi fanatisme. Dalam filsafat Estetika yang saya pelajari nilai moralitas itu dalam tahapan nomor dua, nomor satunya kebenaran, bisa ilmu, rasionalitas atau apapun yang menuju kebenaran final. Urutannya adalah : tahapan pokok estetika, keindahan kebenaran, keindahan moralitas, keindahan rohani, dan tahap paling dangkal adalah keindahan jasmani.
Satu kutipan yang perlu saya ingat dalam buku ini ialah "Pada akhirnya baik orang Indonesia maupun Estonia, kita tidak bisa menilai mana yang lebih baik atau lebih buruk. Sebenarnya kita sama, hanya saja berbeda." Nah lho? Haha.
Terimakasih

Comments

Popular posts from this blog

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d