Romantisme Roussou (Ngaji Filsafat ke-29)
Oleh: Fahrudin Faiz
Salah satu filsuf romantisme ini hidup dengan Ayahnya yang memiliki bad habbit sampai2 kakaknya sendiri tidak betah oleh kelakuan Ayahnya, hanya Rosseau yang menemani Ayahnya.
Beliau sendiri hidup di era revolusi Industri di mana budaya masyarakat berubah total dari hanya memenuhi kebutuhan lahiriah ke arah menumpukkan harta. Menurut beliau manusia modern adalah manusia posivistik (tidak percaya takhayul, berfokus pada logika, rasio, dan materi) dan itu bukanlah hakikat sejati manusia. Harusnya manusia biarkan kembali ke alamiahnya (kembali ke alam) sebab manusia zaman dulu hidup tidak berkompetisi fokus memenuhi lahiriahnya (makan, minum) dan self-love dengan aktivitas meningkatkan kemanusiaannya (bertanam, dsb makanya orang desa meskipun banyak ngerokok tapi berumur panjang), sedangkan self-love orang modern maalh mendeskrontruksi kemanusiaan, seperti makan junk food, game dan budaya populer lainnya. Makanya orang modern belum umur 40 sudah memiliki riwayat penyakit tertentu.
Beliau hidup di zaman Thomas Hobbes dan Jhon Locke dengan pemahaman kesejatian manusia menurut pandangan masing2. Rosseau mengatakan manusia modern harus melihat ke dasar dirinya, yaitu manusia tidak memakai topeng atau citra. Sebab semakin banyak manusia maka akan berkomunitas, semakin banyak komunitas maka terdapat pembagian kerja, di dalam pembagian kerja mulai timbul topeng2 sesuai dengan karakter di masyarakat. Beliau berpendapat Manusia awalnya baik, turun dari langit dari Tuhan. Namun semenjak bermasyarakat dia jadi jahat, karena kejahatan produksi masyarakat. Oleh karena itu harus ada kontrak sosial dalam negara/masy namun kontrak sosial di sini harusnya negara yang menjamin hak-hak sebagai manusianya bukan sebaliknya. Beliau menelurkan fragmen "general will" demi kepentingan umum, berbeda dengan demokrasi yang ditentukan berdasarkan kehendak umum. Meskipun dicibir fragmen beliau yang katanya hanya bisa dikendalikan untuk negara kecil saja, namun beliau tetap yakin formulanya pasti berhasil.
Beliau juga mengatakan, bahwa bentuk budaya populer merupakan aktivitas yang membuat manusia di dalamnya terus nyenyak dalam kebudakan mereka atas fungsinya di masyarakat. Kalau bisa, memang ditenggelamkan "manusia" di setiap individu. Seharusnya manusia dibebaskan bukan seperti itu, meskipun bebas menjadi makna yang bias. Saran terakhir dari beliau, jika ada sesuatu yang populer di masyarakat, maka lebih baik kamu ikut arus kebalikannya, sebab di situ nilai kebenaran hakikat manusia berada.
Terimakasih.
26-02-19
Comments
Post a Comment