Oleh: FF
Akhirnyaa ku smpai di ujung filsafat kebahagiaan dari bermacam-macam tokoh sebelumnya. Ki Ageng Suryamentaram, jujur saya baru pertama mendengar nama beliau. Filsafat Kebahagiaan asli Nusantara (Jawa) ini mengedepankan kebenaran rasional reflektif. Yaitu kebenaran berkaca pada diri sendiri dan menggunakan daya rasa serta imajinasi. Berbeda dari Filsafat Barat yang mengedepankan Rasional Egoistik (tidak semua, tahapan awal) di mana Kebenaran ialah subyektif dan memandang ada kesalahan di luar pemahaman Kebenaran, namun sebenarnya kebenaran di dalam dunia realitas itu sangat samar dan ngawang, tidak semudah seperti film atau sinetron. Tahapan menurut beliau kebahagiaan itu dari rasional egoistik, lalu menuju rasional reflektif kemudian tahap final rasional akomodatif. Di mana rasional akomodatif ini lebih ikut berperan tidak cuma bersimpatik namun ada empatik di dalamnya.
Hal ini pernah dilakukan oleh Guru Konfusius di mana muridnya bertaruh dengan pedagang, kemudian Guru Konfusius menengahi dengan membenarkan jawaban dari pedagang meskipun jawabannya salah. Sebab di dalam pertaruhan itu tidak ada keadilan (murdidnya kalau kalah dicambuk namun kalau pedagang salah akan digorok lehernya).
Suryamentaram hidupnya seperti ala-ala pemikir di mana ia kabur dan bebas demi menemukan menungso (manusia). Sebab di dalam kerajaan (beliau darah biru) tidak menemukan manusia, hanya ambisi, kekuasaan dan suruh menyuruh. Pada akhirnya beliau menemukan manusia tersebut di tengah malam terbangun dari tidurnya. Bertemulah konsep dengan Kawaruh Jiwo. Kawaruh Jiwo ini merupakan eksistensilisme diri di mana demi mencapai Kebahagiaan. Kebahagiaan menurut beliau diawali dengan memahami diri sendiri, untuk memahami diri sendiri haruslah memberi jarak dan hidup sejujurnya (6 Sa). Hiduplah sekarang, saat ini, di sini (Pangawikan Pribadi). Dengan mengenal diri sendiri maka ia akan mengenal manusia, begitu juga dengan apa yang dikatakan Kahlil Gibran, Plato, Descartes. Mirip seperti Cogito Ergo Sum nya Descartes, beliau memiliki konsep untuk menemukan diri sendiri harus berpisah dari diri namun bersifat spiritual.
Beliau juga menilai kebahagiaan itu fana dan bersifat melebar dan menkerut, yaitu jika didapatkan maka manusia sukar akan puas bila tidak dapat maka manusia akan menurunkan level keinginannya. Lagipula yang membuat manusia itu bersedih disebabkan oleh keinginan itu sendiri dan ngeyel. Di mana jika keinginan itu tidak didapatkan maka serasa runtuhlah dunia dan akan sedih selama-lamanya.
Maka rumus beliau dalam menjalani hidup itu tidak usah terlalu ngotot sebab Hitam-Putih selalu berinteraksi selama hidup begitu terus rumusnya. Oh iya beliau juga mempunyai rumus dalam mencari dan penentu dalam memilih jodoh..haha.
Terimakasih.
Comments
Post a Comment