Skip to main content

Rendi Story (Terbisik 5)



Usai sudah harapan Rendi untuk mengejar cinta Monika. Kegiatannya telah berubah, Rendi semenjak itu tidak melewati rumah kost Monika yang harus memutar arah. Hanya saja Rendi sering suka menikmati senja di depan kostnya, lembayungnya menguning membuat Rendi sangat suka berlama-lama memandangnya. Homesick, yah mungkin Rendi dilanda kerinduan oleh kampung halamannya, termasuk kenangan-kenangannya bersama teman maupun kisah cintanya yang semakin menjauh habis dimakan waktu. 

Hingga pada suatu hari Rendi duduk termenung di depan kost, namun hari itu udara dingin dan cuaca mendung memberi arti lain kepadanya. Namun hanya itulah kegiatan sore yang mampu membuat dia berusaha melupakan perasaannya kepada Monika. Saat sedang merenung, handphone Rendi berdering. Tertera nama Tody di handphonenya, lalu diangkatnya olehnya.


“Halo, ini Rendi? Temennya Tody? Tolongin diaaa.. tolong pliss ke siniii.. gw butuh bantuan lo!!” bunyi suara perempuan asing yang mengangkat telepon tersebut.

“Eh ini, siapa..? Tody kenapa??” tanya Rendi penasaran mulai bangkit dari duduknya.

“Udahh, nanti aja gw jelasinnnya, lo kesini buruu!! Ke gelanggang olah raga kampus!” sahut perempuan tersebut dengan panik.

“Ehh, iyaa gw ke sana.. !” panik Rendi langsung mematikan handphonnya.


Rendi kemudian, bergegas menuju gelanggang kampus, dan mengambil jaket dan perlengkapan seadanya. Sesampainya di gelanggang tepatnya di lapangan basket. Terlihat Tody tersungkur dengan luka lebam, terlihat juga perempuan sedang di sudut seperti dirundung ketakutan, dan juga terdapat laki-laki asing dengan membawa balok kayu. Sepertinya terjadi keributan di sana. Rendi langsung bergegas mendekat.


“Woii.. ada apaan nih?! Jangan sampe gw lapor polisi ya lo?! ” sahut Rendi kepada cowok asing, dan membangunkan Tody yang tersungkur berlumur darah di mulutnya.

“Asuu, untung ada temen lo, kalo gak ada udah abis lo” teriak orang asing tersebut ke Tody dengan wajah yang memar juga. Kemudian dia pergi meninggalkan Tody, Rendi, dan perempuan asing yang berada di lapangan basket.

“Tody, kenapa lo.. bangun. Perasaan di sini lo gak punya musuh deh?!” tanya Rendi sambil membangunkan Tody.

“uhukk..hoek.. bah memang kau doang yang merasakan drama cinta? Aku juga lah. Ini tuh perjuangan cinta!” ucap Tody sambil bangkit dari tersungkur.

“Tampang lo emang berbalik sama sikap lo ya Dy.. yaudah balik ke kost, lo mesti obatin tuh” ujar Rendi sambil melihat lukanya Tody.

“Ah kau ini kaya mamak ku aja, santai Tod tak apa aku. Oh iya kenalkan, ini pacarku yang kuperlihatkan waktu itu hehe..” ujar Tody sambil memperkenalkan perempuan asing yang sedari tadi berdiri di samping mereka.

“Hei, Caca..” ujar perempuan tersebut berkenalan dan menjulurkan tangannya.

“Rendi..” jawab Rendi sambil bersalaman dengan Caca.


Caca perempuan kuning langsat terlihat wajah manis ala jawa. Mengesankan perempuan lembut dan tidak neko-neko. Ya itu pacarnya Tody, Tody diam-diam memiliki kisah asmaranya tersendiri di kota Gudeg itu. Meskipun tidak terlihat Rendi, karena sikapnya yang begitu ceria dan suka bercanda terhadap Rendi.

Akhirnya mereka bertiga menuju kost untuk memberi obat Tody. Sesampainya di kost Rendi hanya melihat temannya tersebut di perhatikan oleh Caca. Kadang, Rendi iri terhadap situasi tersebut, meskipun Tody terluka namun batin Tody tidak. Caca selaku pacarnya merawat Tody dan terus di sampingnya. Padahal Tody selama diberikan obat tidak terlihat sakit sedikitpun. Yah namanya asmara, biarkan drama Tody dan Caca terus bersenandung. Rendi akhirnya pamit pulang ke kamarnya dan membunuh waktu pada hari itu.

Keesokan harinya saat sore, Rendi biasa habis membunuh waktunya sambil memandang langit. Tody tiba-tiba datang menghampiri.


“Thanks ya Ren, kemaren udah dateng nolongin aku” ujar Tody berdiri tepat di samping Rendi.

“Ah lo sama siapa aja, santai aja Tod..” jawab Rendi, masih termenung.

“Bagaimana hubungan kau dengan Monika itu?” tanya Tody.

“Ah begini-begini ajalah Dy, malah bisa dibilang gw gak mau bahas itu dulu” ujar Rendi.

“Pasti kau sedang galau ya Ren?” ujar Tody menebak.

“Bisa dibilang begitu Dy” ujar Rendi.

“Yah namanya cinta, apalagi jatuh cinta. Semua ada prosesnya Ren, aku saja juga melewati lika-liku seperti itu. Tapi bagaimana juga kita sebagai pria, menjadi pengambil keputusan Ren. Kita sebagai lelaki harus tahu itulah mana yang pantas kita perjuangkan dan mana yang pantas untuk kita tonton saja. Macam FTV yang ku lihat itu.” Ujar Tody panjang lebar.


Rendi menyadari temannya yang satu ini bisa menempatkan diri pada kondisi sahabatnya, Dia bisa menjadi orang yang ceria bahkan jahil. Namun ia juga bisa menjadi manusia bijak macam Kahlil Gibran. Rendi hanya menyerap perkataannya namun pandangannya masih tertuju masih langit-langit senja.


“Gak tau gw Dy, kayaknya gw cemen banget kalo udah harus menghadapi perasaan. Apalagi cinta” ucap Rendi masih bingung.

“Nah itulah Pria Ren, disaat seperti ini kita bakal diberi pilihan yang lebih menjurus kepada kegagalan. Karena itu, kita merasa bayang-bayang patah hati sudah ada di depan mata. Kalo kata mamak ku, jika kau bisa merasakan cinta, maka kau sudah berani bertempur di medan perang. Perasaanmu itu Ren, juga macam bibit tanaman padi di depan kita itu. Kita bisa menuainya jika sudah panen. Nah cinta jika kau tanam dan kau siram, tinggal kau panen juga itu.” Ucap panjang lebar Tody.


Dari perkataan tersebut, dapat menggoyahkan perasaan Rendi. Namun tak sedikit Rendi masih berpikir realistis berdasarkan kenyataan yang ada. Rendi berpikir dan akhirnya mengambil keputusan.


“ Dy, kayaknya cukuplah gw jadi secret admirernya Monika, gw udah ngambil keputusan kok. Gw pengen berjalan normal dulu aja. Lagipula udah ada cowok yang jaga dia. Yah let it flow aja..” ucap Rendi sedikit sendu.

“Kau bertemu dengan cowok itu di tempat Monika ya Ren..?” ujar Tody seperti tahu sesuatu.

“Hah, lo tahu Dy?” penasaran Rendi dengan ucapan Tody barusan sambil menatap Tody.


Wuissshh, hari itu perbincangan Rendi dan Todi semakin sengit. Terdapat sesuatu Rendi yang harus tahu. Perbincangan tersebut tiba-tiba terpotong oleh angin yang sepoi begitu kencang, membawa daun-daun runtuh dari asalnya. Lembayung senja mulai nampak, namun mereka masih bergelut dalam perbincangan.

Bersambung

Comments

Popular posts from this blog

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d