Suara mesin uap kereta api mulai berbunyi kencang. Menandakan bahwa kereta api akan segera berangkat tidak lama lagi dari stasiun tua di makan usia. Beberapa orang yang terlambat bergegas menaiki tiap gerbong, terlihat seperti lautan manusia. Bunyi mesin uap kembali menggelegar mengisi stasiun kecil itu, menandakan kereta akan segera berangkat. Terdapat laki-laki berparas tinggi berkulit putih terlihat gelisah. Wajahnya sendu bagai awan mendung yang akan hujan. Kereta yang akan ia naiki perlahan mulai bergerak pelan maju. Tapi laki-laki itu masih diam di tempat menatap lantai sampai memainkan kakinya. Ada sesuatu yang terjadi beberapa jam yang lalu, sehingga membuat ia tertahan. Dia masih berharap seseorang dari kejadian beberapa jam yang lalu datang dan menemuinya. Gelisah yang ia rasakan bertambah karena kereta uap mulai mengisi asap putih dari hidungnya dan mulai berjalan perlahan meninggalkan stasiun. Kereta itu merupakan kereta terakhir yang berlabuh di stasiun tua itu, terlebih lagi kereta berkepala logam tidak akan pernah datang kembali ke stasiun tersebut. Wajahnya semakin gelisah, sesekali ia melihat jam tangan di jam kulit tuanya. Laki-laki tersebut harus mengambil keputusan, jika dia tetap diam. Dia akan di tempat itu selamanya, terjebak pada perisitiwa. Semua orang sudah menaiki kereta, hanya dia yang masih dilanda keraguan. Dia juga takut kehilangan seseorang pada kejadian tersebut karena dia tidak akan bertemu lagi dengannya. Bunyi mesin uap ketiga kalinya menandakan kereta sudah mulai bergerak perlahan. Cepat meninggalkan stasiun serta jejak-jejaknya. Laki-laki itu akhirnya berlari mengejar peron gerbang belakang. Pangkal stasiun sudah mencapai ujung. Dengan keringat tercucur, dan nafas yang tersenga-sengal, dia berlari sekuat tenaga. Sampai dia berhasil menggenggam besi pegangan kereta gerbong terakhir dan menginjakkan kaki di besi penumpang. Laki-laki itu akhirnya menaiki kereta. Tak berapa lama, sosok perempuan yang ditunggunya baru sampai stasiun, Laki-laki tersebut melihatnya meskipun kereta mulai bergerak menjauh. Sosok seseorang itu melihat kereta mulai menjauh, nafasnya juga tersengal-sengal. Dia melihat Laki-laki itu. Laki-laki itu tersenyum dan melambaikan tangan ke seseorang tersebut, diiringi senyuman yang melingkar di wajahnya. Kereta melaju dengan cepat, mesin uapnya telah memanas membuat kereta melaju pergi meninggalkan stasiun. Laki-laki tersebut tidak menyesali keputusan yang ia ambil. Dia tersenyum karena senang, dia bisa membuat pilihan dan mengambil resiko. Mungkin yang harus menyesal seseorang yang telat bertemu dengan laki—laki tersebut. Mengapa harus terlambat? gumam Laki-laki itu seraya ia duduk di pelantaran peron kereta dalam hati.
Jika jarak, waktu, rindu bertumpuk jadi satu. Teruntuk Tuhan dan ciptaannya, tak dapat dirasa oleh mata dan diraba oleh sentuhan. Maka jemarilah yang bertindak mewakili isi hati.
Comments
Post a Comment