Ngaji Filsafat: Richard Rorty
Oleh: FF
Richard Rorty merupakan filsuf post-modern yang memiliki pemikiran tentang neo-pragmatisme. Teori kehidupan idealnya terbagi jadi dua macam manusia: manusia metafisik dan manusia ironi.
Manusia metafisik berlaku mencari sesuatu yang pasti kebenarannya sehingga membentuk pemikiran obyektif. Sedangkan manusia ironi terus mempertanyakan kebenaran yang dianut sambil terus menjalani hidup tentang kebenaran yang diyakininya.
Sampai di sini, kebenaran menurut Rorty bukan bersifat final atau obyektif. Kebenaran merupakan kesepakatan sosial yang dianut. Sehingga berbeda budaya maka nilai kebenarannya pun berbeda. Richard Rorty berkata bentuk-bentuk sakral yang dianut manusia merupakan perwujudan ketidak pahaman manusia terhadap konsep benda tersebut. Sehingga kita harus terus belajar agar bentuk2 yang kita sakralkan bisa dikendalikan atau dikenali kemudian tidak menjadi sakral lagi. Nihilisme pun di kritiknya, meskipun ada yang tidak memilih 01-02 contohnya tapi jika di dalami pasti manusia menentukan pilihannya namun ia masih ragu. Sebab sifat nihilis itu utopia bagi manusia dan tidak mencerminkan humanisme itu sendiri.
Ia bahkan menkritisi filsafat itu sendiri, karena Filsafat merasa dirinya sumber pengetahuan. Maka secara praksis tidak juga, bahkan di zaman sekarang ini jurusan filsafat semakin kurang diminati. Sebab zaman sekarang lebih persifat praksis, pragmatis dan materialis. Ilmu yang digunakan harus ada perwujudan atau bersifat langsung pada kehidupan. Ia juga merasa filsafat hanya melahirkan wacana besar tapi praktik kecil, ia lebih suka pada wacana kecil yang realis namun bisa diterapkan secara praksis. Namun cara bentuk kritik Richard Rorty pun berbentuk filsafat jadi ini merupakan ilmu filsafat yang bersifat ironi. Yaitu mempertanyakan kebenaran yang sudah mapan. Jadi doi juga filsuf deh.
Filsafat dia hanya sampai mengenai kebenaran dan kesepakatan sosial, tidak sampai membicarakan wacana ketuhanan. Namun wacana dia pun jika dipikirkan akan mempengaruhi ke nilai-nilai Ketuhanan.
Comments
Post a Comment