Ngaji Filsafat: Dekontruksi Derrida (Post-Modernism)
Oleh: FF
"Nothing outside the text" merupakan slogan Derrida yang paling terkenal dalam memahami pemikirannya. Derrida seperti filsuf lainnya lahir dan memiliki kehidupan normal dan meninggal karena sakit komplikasi.
Dekonstruksi merupakan pemikiran mutakhirnya dalam membedah struktualisme. Pemikiran post modern seperti Rorty kemarin mengarahkan pada sebuah kemajemukan/pluralisme dan menghancurkan epistemologi (hakikat pengetahuan).
Pluralisme lahir akibat pemahaman berbeda masyarakat atau individu dalam memahami teks. Teks bukan hanya berupa tulisan namun sesuatu yang bermakna atau bisa dimaknai. Maka karena itu yang tidak bisa kita pahami merupakan bukan/belum teks. Sampai sini saya memahami konsep Iqro pada dunia Islam. Kenapa orang bisa berbeda pemikirannya? Sebab di dalam teks terdapat different atau perbedaan. Seperti bendera putih suci ada juga yang mengartikan kematian. Manusia memandang sesuatu dengan pemahaman berbeda karena apa? Ada jejak-jejak yang dinamai trace yaitu seperti indeks, tanda, penanda pada hermeneutika. Contohnya ada api pasti ada asap, kemudian diakar-akari jadilah makna. Bagaimana menilai sebuah trace? Yaitu dengan Apoira, yaitu makna ironi sebuah kebenaran, atau makna paradoks. Di sini manusia dalam apoira tergantung bagaimana pengalaman atau cara manusia membaca teks dan selalu bertanya tentang kebenaran (makanya disebut ironi).
Manusia harusnya terus mempertanyakan sebuah makna sampai benar-benar bermakna. Dekonstruksi sifatnya terus-menerus karena sifat kebenaran itu seperti budaya. ia selalu berkembang sesuai dialektika manusia thd teks. Teks pun sifatnya autonom ia bergerak berdasarkan pembaca. Seperti mic, ia bisa jalan menuju surga jika dipakai untuk dakwah, bisa juga membawa petaka kalau memukul orang (ini mirip Heiddeger).
Terimakasih.
Comments
Post a Comment