Skip to main content

Ngaji filsafat: Habitus Pierre Bourdieu (Post-modern)

Ngaji filsafat: Habitus Pierre Bourdieu (Post-modern)
Oleh FF

Pada filsafatnya tidak serumit para tokoh post modern lainnya. Ia menekankan dari subyektif tentang apa yang di luar diri dari manusia. Ada 3 pokok penting sosiologis dalam memahami filsafat Pierre, yaitu: Habitus, Kapital dan Arena.

Manusia wajarnya memiliki sifat menyerap apa yang di luar dirinya dan mencoba mengendalikan sebisanya. Konsep rumitnya disebut Internalisasi Eksterior kemudian Eksternalisasi Interior. Cth: Saat kita mencoba es mqanis teh saat haus, maka akan merespon dengan senang dan minun dengan seketika. Respon ini tergantung habitus manusia itu sendiri (kaya kondisi budaya yang mempengaruhi pola hidup manusia). Habitus ini tergantung dengan kekuatan simbol (aturan-aturan yang mendeterminasi mana baik dan buruk). Baik dan buruk ini tergantung dominasi simbol mana yang menguasai. Dalam kekuasaan simbol ada distingsi dan resistensi. Yaitu mengikuti simbol-simbol yang ada dan menerapkannya sehingga terjadi perbedaan kelas-kelas. Cth: kaya dan miskin. Bagi resistensi merupakan perlawanan atau kritik-kritik terhadap simbol yang mapan/mendominasi, biasanya dilakukan oleh orang yang dikuasai simbol-simbol yang bukan dikehendakinya.

Pada nilai kapital. Merupakan daya/kapasitas respon eksternal sehingga semakin besar kapitalnya akan semakin memahami mana tindakan yang berkesesuaian simbol dirinya. Kapital yang dimaksud bisa disebut apa saja, bisa harta, kepintaran, jabatan, title. Semakin cocok Habitus dan Kapitalnya, maka akan semakin mudah ia menguasai simbol. Mirip juga seperti Ibn Farabi yang berkata: orang yang banyak mengetahui adalah orang yang semakin berbahagia. Tapi sayang dunia modern tidak memiliki hubungan yang pintar pasti kaya, sebab itu hal yg berbeda. Namun sekali lagi, doi bilang orang yang berpengetahuan semakin dekat dengan kebahagiaan.

Arena ini berkaitan dimana kekuasaan simbol itu berada. Habitus dan Kapital boleh saja mapan, namun jika Arena nya tidak sesuai maka ia tidak bisa berkutik. Misal, segede gambreng title apapun ketika balik desa masyarakat masih menghormati para tokoh desa daripada orang yang memiliki title layaknha kereta api. Jadi penguasaan simbol harus juga mencermati dn menyikapi di mana Arena itu berada.
Teori ini begitu taktis namun secara praksis masih bisa ditinjau dan diserap akal, namun saya merasa masih kurang referensi sebab merasa masih baku.
Terimakasih.

Comments

Popular posts from this blog

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha...

Ingatan Buku: Childfree and Happy (Victoria)

Ingatan Buku: Childfree and Happy Oleh Victoria Tunggono Di jagat maya sedang trend isu yang masih diperbincangkan pro kontranya di Indonesia. Apalagi di Twitter, banyak hilir mudik opini-opini tentang konsep hidup childfree atau childless. Kenapa bisa ramai diperbincangkan? Karena konsep hidup childfree berupaya untuk hidup sepanjang umur tanpa memiliki anak kandung. Seyogyanya fade kehidupan umum harusnya memiliki anak, tetapi childfree memiliki pendapat lain soal anak. Buku ini membuat saya mengenal lebih dalam secara personal konsep hidup childfree dari kacamata penulis. Uniknya penulis di sini sudah memiliki anak, meski dari pernikahan masa lalunya. Ia meyakini childfree ketika menikah lagi. Satu poin yang pertama saya dengar pertama kali tentang konsep hidup satu ini, Egois. Bagaimana seorang perempuan yang memiliki rahim tidak mau memiliki anak dengan banyak alasan yang menurut saya bisa ditolerir. Seperti, takut badannya berubah, takut anak-anak, malas mengurus anak...