Jejak di atas pasir putih memercikkan tanda arti. Tiap langkah mengukir memori, aku memeluk semesta dari langkahku yang terus memutar di atas kepala. Resonasi pancaran violet dalamnya berpelukan dengan ingatan malamku. Sejak ia duduk bersama bagaiku berjalan di atas lentera, sampai ia terbangun lagi tumpah ruah aroma wangi. Aduhai wanitaku kapan kau duduk kembali? Sampai sore berteman lagi, ia kembali. Tapi usang kursi ini membuatku tak mau ia duduki kembali. Biar kursi ini berkarat, aku tak mau kau terluka, apalagi bernoda darah. Meski kursi ini untukmu. Akan kupersilahkan jika kursi ini berselimut sutera dan berlapis kapuk, atau carilah kursi yang lain. Menghangatan kamu dari dinginnya sepi.
Maaf pelita hati , aku bukan lentera pagi. Aku hanya teman di kala malam menghantui.
31.05.16
Comments
Post a Comment