Hidup apakah hanya meromantisasi masa? Menghitung kumulatif angka-angka kebahagiaan?
Ada yang bilang hidup itu tanpa makna, makanya kita mencicil rumah, menggapai pendidikan mentereng, posisi pekerjaan tinggi dan lain-lain, agar merasa hidup kita bermakna.
Kalau saja hidup manusia di bumi ini ibarat adam seorang. Untuk apakah benda-benda tersebut? Bukankah hal di atas demi pengakuan orang lain, serta kepuasaan, kekuasaan diri atas segala hal?
Sedangkan manusia selalu saja mengembara pada umur, segera menjadi sempurna hingga uzur. Di tengah jalan atau sepanjang perjalanan manusia hanya melakukan konsumsi,konsumsi dan konsumsi. Mungkin tidak? Ya apapun itu tahap kita satu, yaitu kebahagiaan dunia, jika bisa ya akherat.
Aku harus belajar dengan orang-orang ateis bagaimana ia menjalani hidup dengan kepastian kepastian logika. Sehingga ia memiliki perjalanan tanpa perlu Tuhan di dalamnya. Tapi sekali lagi, aku cuma salut dan itu sangat menantang.
Sebab logika hanyalah sekumpulan fragmen kemungkinan yang diyakini banyak orang yaa beberapa bisa dibuktikan secara material.
Aku masih merasakan bahwa hidup ialah berpegangan dengan logika, menumpukkan rasa kekecewaan. Realita hanyalah berebut kesenangan dan saling melempar kekecewaan. Pada akhirnya dalam menebus makna manusia harus merasakan konsekuensinya yaitu kesepian tanpa batas.
Hal ini adalah kutukan bagi yang percaya Tuhan. Ada yang bilang memang ini kutukan ada yang bilang ini hal natural manusia secara psikologis, ada yang bilang ya itu umur-umur saat ini memang kita membutuhkan orang lain.
30-09-2020
Comments
Post a Comment