Skip to main content

Ingatan Filsafat: Raushan Fikr (Ali Shariati)

Ingatan Filsafat: Raushan Fikr (Ali Shariati)
Oleh: FF

Melanjutkan pembahasan tentang manusia ideal atau di Islam sebagai manusia sempurna disebut Khalifah. Pada proses menuju ke sana, kemarin sudah membahas tentang manusia insan kamil, sekarang ingatan masuk ke dalam pemikiran Ali Shariati yang sama kentalnya bernuansa eksistensialisme, yaitu Raushan Fikr.

Pada dasarnya terdapat kesamaan-kesamaan pondasi berangkat dari manusia. Manusia ideal itu terdiri dari kebajikan, keindahan, dan kebenaran. Hal ini berkaitan tentang hubungan sikap manusia atas seni, etika, dan pengetahuan. Ini berdampak pada sudut pandang hidup manusia atas kesadarannya di mana kesadaran-kesadaran ini pondasinya berasal dari peradaban dan kebudayaan. Perbedaannya adalah Peradaban merupakan suatu perilaku, kebudayaan merupakan sebuah cara pandang masyarakat yang me-hegemoni. Kenapa menjadi dasar? Pola kita hidup bagaimana rasa sakit, senang, bahagia, sedih, kecewa muncul ada hubungan dengan intensitas realitas dan tanggapan ego kita di dalamnya. Mudahnya, pada zaman ini kita bahagia bila memiliki gadget canggih, motor canggih, mobil canggih atau apapun yang berhubungan dengan otomasi dan kecepatan. Tapi zaman dulu tanggapan bahagia itu berbeda, ada yang melakukan tirakat ini, bertamu ke tetangga, ada raja main ke kampung, atau memiliki kuda yang kekar itu suatu kesenangan yang timbul. Oleh karena itu peradaban itu memang selalu berubah, namun kebudayaan itu masih kentel bahkan sifatnya sirkular perputaran tiada henti. Itu kenapa di Indonesia lebih laku mobil Inova, APV yang besar2 karena secara tidak sadar kita secara budaya orang yang guyub-guyub atau masih ada sifat unity kesatuan yang berhubungan dengan ideologi zaman dulu (terlebih dengan sebutan pamali-pamali yang masih beredar di sekitar kita).

Sayangnya, menurut Ali dampak dari globalisasi (karena Amerika yang memenangkan perang dunia 2) maka kebudayaan mereka yang sudah matang akibat reinassan secara bertahap mampu menghegemoni seluruh dunia yang mengikuti pasar bebas/nation/liberalismn capitalismn. Maka potensi dari ciri khas manusia jadi terasimiliasi. Manusia menjadi asing dengan diri, karakter, lingkungan dan budayanya. Manusia Timur sudah semu-eropa. Nah menurut Ali ini suatu hal yang sedikit keliru. Sebab, ketika timur sudah mapan dengan batin terus banting stir ke materialisme maka seumur hidup barat selalu menjadi patokan dan mengejar-ngejar agar bisa diakui oleh mereka. Padahal di setiap daerah memiliki suatu pemahaman ideologi yang berbeda, maka asimilasi dan akulturasi menjadi sebuah organisme kebudayaan baru tapi tidak tampik juga kalo itu mengurangi esensi dari kebudayaan ideologi yang lama (sebab porsinya sudah berkurang drastis).

Ketika, ulama bertentangan dengan ilmuwan, dan sebagainya. Nah di sini akan lahir raushan fikr di mana manusia tercerahkan yang mampu menganalisa, melihat fakta seadanya, serta mempu memberikan penilaian/solusi ideal bagi masyarakatnya.

Raushan Fikr ialah orang yang dapat menyatukan (unity) masyarakat. Dia orang yang berprinsip, teori dan praktek menyatu bahasa komunikasi yang dapat diterima oleh banyak orang. Kenapa aku di sini jadi berpikir Cak Nun...

Memang yang perlu dicatat, Ali anti dengan kapitalisme, dan lebih prefer ke marx atas pemikirannya. Makanya beliau berkata Tauhid dan Kesatuan bagi kita manusia adalah masyarakat tanpa kelas dan tidak liberal yaitu menyatu dan beragam. Dalam konteks ini tidak sepenuhnya saya pikir itu layaknya komunis marx. Tapi lebih dalam mengupayakan tingkat nation masyarakat itu harus ada penyatuan meskipun dalam tingkat individu memiliki penilaian lain. Tanpa kelas ialah bahwa manusia itu derajat yang sama dihadapan Allah. Jadi seluruh aspek perbedaan di muka bumi sifatnya elementer bukan oposisi. Saling mengisi, sesuai fungsi bukan bawah dan atas namun horizontal.

Ali memahami juga manusia semakin ke sini semakin materialis, namun bersifat pada pengetahuan. Zaman dulu mungkin kita ditaklukkan (kata doi) oleh alam, namun ketika kita sudah belajar dan memahami alam maka kita yang menaklukkan alam (alias mengendalikan sesuai tugas sebagai khilafah) seimbang bagi alam dan diri manusia. Jika dulu sakit karena berpikir ketempelan ketika sudah memiliki pengetahuan maka bias sudah mitos-mitos di dalamnya..

Comments

Popular posts from this blog

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d