Ingatan Film: Itaewon Class (Series)
Dir: Kim Sung-yoon
Yak yak maraton series lagi bikin mata berkunang-kunang, ga ada kapok-kapoknya. Drama seri ini berpusat pada Park Sae-roy, seorang anak muda yang memiliki dendam kesumat kepada perusahaan Jangga khususnya Presdir Jang. Karena kasus kematian ayahnya telah dimanipulasikan akibat ulah anaknya Presdir Jang. Intinya ini film berfokus pada dendam dan berkembangnya kepribadian seorang Park Sae-Roy. Namun dari sudut pandang ke tiga yaitu Jo-Yi Sou, seorang sosiopat yang jadi manajer di kedai Park Sae-Roy.
Oke ga mau panjang lebar soal sinopsis yang panjang. Saya ingin ngomongin banyak hal, poin plus dan minusnya. Episode pertama dalam sebuah drama seri merupakan sajian yang harus diperhatikan (wajib!! Kudu!! Mesti!!). Nah saya standing applouse dengan episode pertama dan secara premis begitu menarik perhatian. Itulah yang membuat penonton berani maraton menontonnya.
Penulisan naskah di sini yang bikin saya kasih 10 jempol terutama karakterisasi dari semua pemain baik pendukung dan terutama si Park Sae-Roy. Transisi perubahan emosi dan perkembangan karakter yang kuat. 16 Episode memang sedikit melelahkan tapi dengan protasis sampe beberapa episode sampe nemu klimaks di episode akhir-akhir terasa seperti gelombang tensi dramatisasinya. Yang bikin bingung nih dalam naskahnya adalah kenapa karakter mau pergi selesai adegan cuap-cuap eh pasti berhenti terus yang mau pergi atau yang diem ngeluarin kalimat tambahan lagi... Hadeuu coba klean yang baru nonton tiap episode pasti ada, sampe hapal kalo pas abis ngobrol mau jalan pasti berhenti dan ngomong lagi.
Ada lagi, entah kenapa drama korea seri saya ngerasa setelah dari epitasio ke katarsis menjadi membosankan, entah kenapa apa karena tidak ada perkembangan karakter sama sekali karena masalahnya itu ga meningkat tapi malah flat, seperti sengaja ada masalah aja.
Nah kalo ini soal selera, dalam katastrophe. Ini, aduh, gimana, ya, drama seri korea suka banget adaptasi film India soal salah satu adegannya misal ada adegan kriminal-kriminalnya. Intinya di dalam penyelesaian menurut saya kurang pesta-pora-di-dalam-hati.
Oke masuk ke dalam konteks filmnya, sejujurnya drama seri ini bagus dalam mengambil sebuah visi manusia berprinsip dan tidak menjadi kerumunan. Kebetulan dua pembahasan ngaji saya berhubungan dengan insan kamil, karismatik, dan rausyan fikr.
Drama seri ini memberikan spotlight pada sisi kepribadian dan proses pertumbuhan kelas, serta kejamnya kompetisi dunia kapitalisme. Menurut saya film ini tidak ada pribadi yang bajik, baik, dan moral seperti kebanyakan protagonis di film-film lainnya. Memang terlihat, Park Sae-Roy di masa muda kita lihat begitu baik dan memiliki alasan kuat untuk bertumbuh (meskipun alasannya balas dendam). Tapi semenjak beliau tumbuh menjadi yang terlihat di beberapa episode. Ia tumbuh menjadi sosok yang menurut saya sama jahatnya dengan antagonis. Tapi di luar itu film ini mengajarkan sebuah sikap karismatik, di mana menurut weber sikap ini sangat fokus dengan satu prinsip penuh, sedikit memiliki sifat altruistik (rela berkorban) dan memiliki suatu keahlian yang dibutuhkan masyarakat. Terbukti Park Sae-Roy memiliki sikap tersebut, oleha karena itu para karyawannya sangat percaya doi bisa sukses dan mampu membeli perkataannya.
Sifat-sifat itu yang dibutuhkan saat ini, di era ini. Rata-rata manusia, kita percaya bahwa nilai independen itu baik namun selalu suka dengan taraf atau batasan normal di masyarakat sebagai pedoman nilai kecantikan/kebaikan. Sebenarnya dalam diri manusia ia sudah memiliki takaran moral sendiri tergantung moral tersebut diganggu atau dirusak apa tidak. Kalo kata Ibnu Sina sih manusia memiliki 5 dasar ciri, atau proses hidup salah satunya yang saya sebut di atas. Al Ghazali menyebutnya sebagai Qalb (Kalbu). Nah kalo insan kamil, orang yang berprinsip itu tidak mudah masuk dan menjadi kerumunan. Ia percaya akan sebuah pikirannya sendiri, ya sedikit terlihat egoistis tapi emang betul itu ego, bahkan di Insan Kamil disebutkan akan Ego Besar (Khuda) dan Ego Kecil (Khudi). Ego sebenarnya tidak apa-apa hanya saja sifatnya berkembang, bukan mengikuti. Pun dalam berteman misal ada yang lebih jago bukan berarti kita harus ikut menjadi dia agar terlihat seperti dia, namun kita bisa adaptasikan keahlian dia untuk menunjang prinsip tujuan hidup kita.
Ya ego manusia itu selalu bersifat internasional, yaitu selalu bertentangan dengan dunia realitas. Maka jika sifat kita tergelincir mengikuti masyarakat ya kita sudah tidak menjadi manusia yang otentik, tapi kerumunan. Ini yang salah lihat dari Park Sae-Roy ketika dewasa, karena dalam dunia kapitalisme liberal yang penuh kompetisi, beliau terlihat seperti Presdir Jang, apalagi dengan dendam yang ada. Orang baik yang akhirnya mengikuti alur dunia liberalisme, ya memang begitu. Untuk mengikuti kesuksesan seperti apa yang terjadi dalam dunia saat ini, ya kita harus mengikuti alur sesuai kebudayaan yang sudah ada. Pun meski mengikuti cara lain (yang katanya otentik menurut kita sendiri). Pada akhirnya sukses yang kita maksud akan berbeda dengan realitas orang-orang kaya. Satu lagi, saya lebih iba dengan karakter anaknya direktur Jang, di mana ia berubah menjadi jahat karena ulah ayahnya sendiri dan pertentangan dengan dunianya. Capek juga...
Udahan ya, nanti lagi..
Malam.
Comments
Post a Comment