Skip to main content

Rendi Story (Terbisik 7)



Sore itu terlihat cerah namun hal itu tidak secerah perasaan Rendi. Rendi masih penasaran kenapa Tody bisa tahu tentang kejadian tempo hari. Tody masih memancarkan senyuman misterius. Membuat Rendi semakin bertanya-tanya.

“Kau penasaran Ren? Haha, itulah gunanya sahabat Ren, Aku ini bisa tahu keadaanmu dari wajahmu yang culun itu” Tody mendengus dan membuyarkan wajah heran Rendi.

“Aku tahu dari Caca Ren. Tapi intinya kau harus semangat lagi lah Ren!!” Tody terus menerus menghibur Rendi, meskipun Tody tahu tidak mudah untuk menghibur temannya itu.

Rendi memancarkan sedikit senyumnya. Ada sesuatu yang didapat Rendi pada omongannya. Hari itu senja berakhir dengan hikmat.

Keesokan harinya Rendi mulai berangkat kuliah bersama Tody. Jalan yang dulu harus ia putar untuk menemui Monika, sekarang tidak dilewatinya lagi. Rendi memilih jalur cepat menuju kampusnya bersama Tody.

Aktivitas itu berangsur rutin beberapa hari ke depan. Semenjak itu, Monika berangkat kuliah sendirian. Hari pertama memang tidak membuat resah Monika. Perlahan tapi pasti Monika merasa kehilangan, hatinya masih abu-abu untuk menerjemahkan rasa kehilangan itu. Setiap pagi Monika berjalan sendirian, bagi Monika mendefinisikan perasaan adalah hal yang tabu baginya.

Monika tahu bahwa dia wanita yang populer di kampus. Banyak laki-laki yang mendekatinya. Monika tahu betul bagaimana laki-laki yang mendekainya, bahkan sudah hafal bagaimana cowok tersebut mencari perhatian padanya. 

Tapi sudah lewat seminggu, Monika seperti merasa kehilangan, waktu yang akhirnya menyadarkan dia. Monika kehilangan sosok Rendi di pagi hari. Dia ingat ketika Rendi menegurnya di kala jam tangan cokelat tuanya jatuh di bawah pohon cereme. Di usaplah jam itu secara perlahan. Benar, Ia kehilangan Rendi. 

Perempuan tetaplah perempuan, sedalam apa yang mereka rasakan, mereka sangat pintar menyembunyikan perasaannya. Hingga pada akhirnya ego Monika mulai sampai batasnya. Sudah sepuluh hari terhitung Monika dan Rendi tidak pulang bersama.

Di persimpangan jalan depan gedung fakultas, Monika berjalan pulang dengan sebuah buku digenggamannya. Ia melihat Rendi sedang berjalan bersama Tody sekitar jarak 150 meter. Monika sedikit berlari menemui mereka. Rendi yang masih asyik mengobrol dengan Tody mengenai topik jomblo, tidak sadar bahwa Monika mendekatinya.

“Rendi, ren...” Monika menepuk pundak Rendi, nafasnya sedikit tersengal lucu.

“Hey, iya mon?” Rendi gugup karena Monika menyapanya.

“Kamu dari mana aja? Apa sakit?” 

“Enggak aku ga sakit Mon, Cuma..Cuma.. aku lagi sibuk aja sama kerjaan kampus. Ya gak Tod?”

“Eh i..iya Mon.. “ Tody menatap Rendy dengan heran.

Tody yang sudah menyangkan bahwa Rendi mulai menghindar dari sebuah kesempatan akhirnya mengerjainya dengan meninggalkan Rendi dan Monika berdua.

“Duh, Ren gw lupa, ada yang ketinggalan di kampus. Kalian gw tinggal berdua yah, kalian pulang duluan aja” Sembari berlari kembali menuju kampus.

Rendi yang panik tidak bisa berkata apa-apa lagi karena Tody sudah berjalan jauh. Dia merasa malu karena sudah lama tidak jalan dengan Monika. Apalagi mengetahui kenyataan jika Rendi hanya tidak mau patah hati kembali jika harus menerima kenyataan Monika tempo hari.

“Hmm.. Mon kita sambil jalan yuk..” Rendi memalingkan muka ke bawah menatap jalanan, dengan rasa malu menyelimutinya.

“Oke baiklah..” Monika berjalan beriringan di samping Rendi.

Suasana kemudian hening hanya semilir angin lewat dan dedaunan hijau yang tersapu angin berguguran ke jalanan. Tiba-tiba perasaan Rendi ikut terbawa oleh keheningan suasana pulang, sedangkan Monika hanya berdiam sambil tersenyum. Mereka terlihat diam namun dalam hati, mereka sibuk berbicara pada diri sendiri.

“Aku kira kamu sakit Ren, sekarangkan lagi musim sakit...” Monika membuka pembicaraan.

“Ehh, hmmm anu gak kok..” menatap Monika sesaat kemudian berpaling kembali.

“Kamu pulang sendirian..?” Rendi kemudian bertanya.

“Hehe iya.. emang sendirian kan..” Monika menjawab dengan rasa bingung.

“Ohh aku kira kamu ada yang jemput” Rendi masih berpaling.

Monika hanya tersenyum, kemudian ia berhenti berjalan. Rendi yang masih berjalan kemudian ikut terhenti karena Monika.

“Sebentar Ren, kan jalan pulangnya lewat sana.. kenapa lewat sini?” Monika bingung.

“Emang aku lebih cepet pulang aku lewat sini..” Rendi menatap Monika.

“Bukannya kamu tiap hari lewat sana, kan biasa pergi bareng.” Monika tambah bingung.

“Jalanku udah bukan di situ lagi Mon, sekarang aku lewat jalan ini. Ga ada alasan lagi aku lewat jalan sana. Yang ada cuma bisa kang,..” Rendi berhenti berbicara.

“Ya intinya aku jadi biasa lewat sini hehe...” Rendi tertawa dingin.

“Ohh, aku kira karena kamu jatuh cinta sama aku terus kamu lewat sana terus haha.. yaudah sekali-sekali aku muter” Monika lanjut lagi berjalan kemudian menepuk pundak Rendi.

Rendi hanya terdiam ketika Monika melewati Rendi. Badannya diam laiknya patung tak sanggup ia gerakkan semua. Antara perasaan dan pikirannya semua membeku tidak terkendali.

“Memang ia..” Mulutnya kemudian berucap begitu saja.

Monika yang baru beberapa langkah berjalan kemudian terhentak mendengar pernyataan Rendi. Ia berbalik badan dan menatap Rendi, pandangan Rendi berubah bola matanya menyiratkan banyak makna lebih dari sekedar harapan.



“Aku memang suka sama kamu......” Ada setengah penggal kalimat yang tersentak dari mulutnya, juga hatinya. Bukan hanya sekedar ucapan namun juga sebuah makna hati.

Bersambung

Comments

Popular posts from this blog

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d