Aku pecinta nan memainkan cinta. Dirimu madu tatkala kau memaniskan hidup, adakah duri tajam nan pilu menusuk jari-jarimu manis? Aku pernah mendengar deru bisikan angin barat semilir mengusik diamku di ujung pelantaran singgahku. Kau menggodaku melalui nada-nada lagu yang melantunkan nada sehabis matahari tenggelam. Apa arti pecinta jika tak ada yang dicinta? Apa arti perindu jika tak ada syair yang melagu? Tuhan menciptakan manusia atas dasar ruh-ruh berpasangan, adakah kesalahan dalam ruh ini? Tidak! Ketulusan mampu memporak-porandakan sesuatu yang hancur, sehancur masaku ini.
Kasih, kereta hidup ini begitu panjang. Adakah waktu tuk kita sekedar duduk di mahligai cinta dalam angan? Meskipun angan terlalu menggoda dan realita semakin menghimpit dada. Dikala musim Juni terlewati, ada sesuatu yang tertinggal jauh dan semakin jauh seiring waktu berdetak menikmati takdir yang ada. Sosok kau yang ada di gemercik hujan pada musim panas ini, sosok kau yang terbayang di sela-sela fatamorgana hamparan sawah Imogiri.
Kasih, romansa selalu ada menghiasi masa muda nan kerlap kerlip dalam sinai mekar mawar. Seakan tajamnya hilang, seakan beraroma melati, seakan merah merekah cinta. Kini, ada yang mengganggumu? Tengoklah kananmu, setiap nafas yang kau hirup adalah pesan dari sebuah arti rinduku. Jejak setiap kau menatap bintang dalam malam, adalah sisa-sisa kasih yang menyairkan dari mulut tipisku sehabis malam.
Masih kau seperti ini? Maaf pecinta seharusnya tak mematahkan apa yang dicinta. Tapi manusia selalu ditakdirkan untuk salah termasuk pada Tuhan dan ciptaannya, meskipun merasa rindu menguasai sepi. Masih ada Cahaya-Nya menemani sela kedip mataku, tapi juga selalu ada kau.. karena hati ini tidak memilih tapi dipilih oleh-Nya. Maka ku serahkan kembali pada-Nya, Maha Agung nan Maha Cinta.
27.06.16
Comments
Post a Comment