Skip to main content

Posts

Dalam-dalam

Di perjamuan kita bertaut pandang, Tiada resah dalam jingga atau kelamnya malam, Apakah ada? Di sebuah renung hadir segala bayang? Aku mau menjadi satu, Untuk tiada dua, Aku tahu kita kelak menabuh rindu, Adakah sajak tentang yang lain? Tentang mencintaimu dalam-dalam? 27.04.19

Melukar Debur

Ku ingin berpalung resah di dadamu, Melukar debur yang kau tahan, Meski tiada nama yang tertaut, Adakah kita bertanya, Siapakah yang menanam nasib takdir kita? Meski rusuk yang hilang telah patah, Adakah engkau yang mencuri? Dan menjadi bait yang terakhir? 20.04.19

Review Film Kucumbu Tubuh Indahku

Review Film Kucumbu Tubuh Indahku Oleh: Garin Nugroho Film yang bercerita tentang potrait Juno dalam menghadapi hidupnya dari kecil hingga dewasa dengan konsep alur Flashback dna Break 4th The Wall sukses membawa Film Indonesia ke tahap baru (bila peka). Yups dulu dosen saya bilang, carilah Film Indonesia yang otentik seperti film India yang sudah menemukan keotentikan dalam meramu film, sehingga kultur bisa meramu jati satu. Kok bisa? Yup Sinema Feature Indonesia memang banyak tapi soal menggali potensi kultur yang ada di Indonesia sangat sedikit, paling2 film Indonesia hanya merefleksi budaya barat dalam bertutur secara naratif dan keseluruhan mise en scene. Saya teringat kembali kata dosen tersebut setelah menonton film ini. Menurut saya om Garin Nugroho yang sudah lama berkecimpung menjadi seniman film/sineas telah berhasil membuka warna Film Indonesia yang otentik meskipun melalui jalur Art House, menurut saya wajar sebab dalam sejaran sinema pun bentukan Hollywood mer...

Persimpangan Jalan Rindu

Di antara jalan yang kau tempuh kini, Apakah batas itu masih membekas? Ku hampiri kau dalam diam, Adakah jejak yang menuai resah? Kini aku mencarimu Di sudut ruang-ruang Jakarta, pertengahan Sudirman hingga tapal batas ruang-ruang ujung menara, Berharap ada gemercik air yang membawa bisikmu, bisikmu.. Di persimpangan-persimpangan Tegal Rotan, Bintaro, di antara beton-beton mulia, sibuk manusia-manusia dengan keringatnya. Adakah kata darimu yang tertinggal? Bunyi darimu kutangkap kemudian kau maksudkan ialah bising sekelebat, Dalam ekstase ku kini, hanya terdapat kumpulan bunyi berdetak yang kuartikan bahasa cinta, Salahkah, bila ini jalanku kembali menemukanmu? Dalam bingkai-bingkai yang masih saja ringkih dan pilu, Dariku adalah puncak pengabdian terindah yang ikhlas, Diujung rindu jalan bintaro kini, Semua yang fana hanya untukku, Semua yang abadi hanya untukmu, Kekasihku. 19.04.19

Kontemplasi

Bolehkah aku menjadi matamu untuk merasakan mataku yang melihat matamu? Sedangku masih terpaku melihat matamu yang melihat mataku, sehingga mata ini bukan jadi mataku, tapi matamu? 30-03-19

Review Film: Umi Wo Kakeru (The Man From The Sea) - (2019)

Umi Wo Kakeru (The Man From The Sea) - (2019) Dir: Koji Fukada SEMIOTIKA LAUT, IDENTITAS, HEGEMONI BAHASA, MONOPOLI DAN DRAMA MANIS Film drama fantasi atau mungkin bisa disebut sebagai in house production, dengan kerjasama Indonesia dan Jepang membuat film ini seperti sebuah obat dari masa lalu untuk membentuk sejarah yang baru. Bercerita tentang Laut orang Jepang yang terdampar di Aceh sekaligus sebuah nama yang diberikan oleh keluarga Jepang yang lama tinggal di Indonesia (ada hubungannya dengan Tsunami Aceh 2004). Takako, Takashi dan Sachiko (keponakan Takashi) menerima orang terdampat yang bernama laut. Ada juga dua orang Indonesia Kris dan Tami yang kenal dekat dengan Takashi sekaligus sembari meliput kejadian-kejadian bersama Laut. Naratif yang lambat tapi penonton diajak untuk masuk ke dalam absurd-an fantasi Laut. Karakterisasi masing-masing pemain terasa pas, apalagi Adipati Dolken, keliatan bukan lagi main FTV indo. Sutradara manteplah, oh ya film ini menjadi sebuah iden...

Sebuah Cerita Di Ujung Waktu

Ada hal yang harus kuperhatikan dalam langkah ini. Jejak harı ataupun lantunan musik yang berdendang setiap pagi. Di setiap tawa yang kau tawarkan hanyalah bait-bait keputusasaan. Kini, semua kembali pada yang terlihat dan tak terlihat, Kita kemarin sangat senang sekali dengan senyum simpul mu yang berbekas di lubang hati ini, kau terus menawan dan menawan diriku. Tentang masa depan dan takdir yang peduli setan, kini daku hanya bisa termangu dan melihatmu berjarak. Seperkian detik terus berjarak, menjauh dari nadi ini. Mungkin kah kita bisa terperangkap pada waktu dan ruang yang sama lagi? Dan kini kita kembali pada peraduan, dan aku masih terkenang pada dirimu sekali lagi. Sejak pagi ini kembali aku ingin menjadi burung yang terbang ke barat dan bersarang telur di halaman rumahmu. Berbunyi dan bersiul atas namamu namun kau tak perlu tahu maksudnya. Inilah tanda pada kasih sepanjang masa di suatu waktu nanti kita akan melambaikan tangan dan saling tenggelam pada sisa-sisa sinaran...