Ingatan Buku: Psikologi Uang (Saduran FF)
Oleh: Morgan Housel
Di dunia ini penggerak kehidupan aktivitas msnusia tak lepas dari uang. Uang menjadi pondasi segala lini kehidupan bahkan sampai sela sela kehidupan rumah tangga. Uang mungkin menjadi "Agama" baru pada dunia post-mo ini. Uang bisa menjadi nilai kelas pada manusia-manusia, bisa sebagai kadar menilai pria dan wanita. Sangat sensitif, bisa merubah perilaku, bisa mempengaruhi kondisi hati.
Tapi perihal mengelola uang? Beda lagi. Mau secerdas apapun teori tentang mengelola uang, tidak ada hubungan dengan perilaku mengelolanya. Zaman sekarang kepintaran tidak bisa dinilai akan kebajikan alias tingkah laku manusia. Ngelmu iku kelakone kanthi laku, kalau kata filosofi Jawa, di mana ilmu seharusnya diirungi dengan perilakunya. Namun, kini mencari ilmu harus melesat tahu tanpa harus mengilhami. Ekonomi industri menjadi medan pacunya. Jadi teori dan konsep ideap tentang kelola uang akibat perilaku jadi tidak bisa jalan.
Apalagi uang dalam kacamata setiap orang itu berbeda. Pengalaman hidup dan proses hidup yang bikin tiap manusia beda dalam memandangnya. Waktu kecil, uang dipandang hanya sekadar untuk jajan mainan atau tazos, beranjak besar ketika akhirnya sadar manusia hidup dalam ketidakpastian, uang dipandang sebagai pelampung agar selalu bisa bernafas dan tidak tenggelam. Jadi tidak ada cara yang universal yang benar dalam mengelola uang.
Kenapa begitu? Karena ada faktor luck dan risk dalam mengelola keuangan yang membuat tidak bisa dikontrol. Faktor luck (hasil positif di luar kendali, dan faktor risk (hasil negatif di luar kendali). Misal, untuk luck, saat kita menghitung uang untuk sebulan 1juta untuk transportasi tapi ternyata diperjalanan ada kawan yang mengajak tumpangan. Jadi bisa lebih hemat bukan? Nah, kalau faktor risk, saat menabung tenyata ada pandemi dan lain-lain jadi ada dana yang harus mendadak terpakai. Jadi kalo sukses jangan sombong, dan kalau gagal jangan nyalahin diri sendiri, karena semua memang abstraksi jalan hidup.
Uang berkaitan tentang Rich dan Wealth, Rich merupakan kekayaan yang nampak. Kalau Wealth adalah kekayaan yang tidak nampak (aset, kesehatan, ilmu dll). Sejatinya kekayaan asli adalah wealth, sebab rich hanyalah pameran yang nampak namun menisbikan diri sendiri.
Jika kita memakai rich (barang branded, mahal dll) orang hanya melihat kita akan barangnya bukan pada diri kita terdalam. Orang mengagumi barang yang dipamerkan membayangkan jika dia pun memakai. Ini merupakan paradoks (Man in the car paradoks) kita hanya tenggelam dalam pandangan orang lain yang melihat apa yang melekat pada tubuh.
Pada akhirnya perilaku kita yang dapat dikontrol dalam mengumpulkan kekayaan. Biasakan dengan rasa "cukup" meski cukup juga menjadi paradoks karena berbeda pada setiap orang. Yang jelas gaya hidup mempengaruhi pengelolaan keuangannya. Sebab tujuan akhir uang adalah kebebasan. Tapi jika ingin dihormati, atau dikagumi jangan manfaatkan "rich" bersikap rendah hati, dan berbaik pada sesama akan mudah dihormati dan dikagumi. Mereka akan ingat kamu, bukan apa yang melekat padamu.
Terimakasih.
Comments
Post a Comment