Skip to main content

Ngaji Filsafat: Fenomenologi Hermeneutika Paul Ricoeur (Post-modern)

Ngaji Filsafat: Fenomenologi Hermeneutika Paul Ricoeur (Post-modern)
Oleh: FF

Paul mengangkat sebuah filsafat Fenomenologi-hermeneutika dalam kajian post modernnya, yang berakar dari berbagai filsuf eksistensial Heiddeger, Fenomenologi Husserl, struktualisme Ferdinand de saussure, levi strauss. Hingga Hermeneutic of Spicious-nya Nietzsche, karl marx, freud. Menurut Paul proses ungkapan layaknya "Agama adalah candu" adalah sebuah seni penafsiran bukan sebuah kritik skeptisisme. Sebab ia mencoba membaca zaman pada saat itu sehingga tida terjadi de-mistisisme atau a-historis. Apa itu? Pada zamannya Karl Marx mencoba menafsirkan kondisi "Agama" situasi di zamannya sehingga sifatnya tidak statis, mungkin pada zamannya banyak orang malah lebih menyembah pikirannya terhadap Agama, bukan hakikat Agama dan Tuhannya. Dari sini Paul memberikan contoh dalam Fenomenologinya.

Dalam dialektika keputusan Paul mengungkapkan ada ketegangan yang berisi kesengajaan dan ketidaksengajaan. Ketegangan ini melahirkan afeksi tindakan, gerak, dan persetujuan. Pada langkah ini manusia mrngalami dekontekstualisasi, dan rekonteksualisasi. Bagaimana bisa seperti itu? Manusia dalam membaca simbol berbeda-beda tergantung pola pikir, posisi dan situasi ia berada. Sebab simbol/teks merupakan bentuk otonom yang mampu ditafsirkan oleh siapapun, meski dalam hakikat ia menampilkan apa adanya, namun manusia memiliki kemampuan membaca konteks daripada yang lain. Cth: rumah bagi sebagian orang adalah tenpat tinggal, namun sebagian lain lahan investasi.

Dalam membaca sebuah simbol manusia harus diberikan jarak terhadap pembuat simbol atau referensi lain. Agar ia mampu membaca sesuai pemikiran de/re kontekstualisasi yang baru. Jika manusia tetap bertahan pada konteks yang lama akan terjadi a-historis, ia tidak lagi kontekstual membaca zaman. Jadi simbol/teks ini di maksudkan pada "event" bukan "meaning" sebab logika manusia selalu berubah, mungkin aja kita ngomong A tapi beberapa tahun kedepan ia ngomong B. Kalo menurut saya singkatnya dalam membaca simbol/teks yang dilakukan Paul ada 3: 1) membaca simbol apa adanya literal (dlrg merokok dsb) 2) membaca situasi kritis dan maksud pembuat konteks aslinya 3) membaca berdasarkan kapasitas dialektika manusia itu sendiri (akan terjadi de/rekonteksualisasi)
Trims

Comments

Popular posts from this blog

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha...

Ingatan Buku: Childfree and Happy (Victoria)

Ingatan Buku: Childfree and Happy Oleh Victoria Tunggono Di jagat maya sedang trend isu yang masih diperbincangkan pro kontranya di Indonesia. Apalagi di Twitter, banyak hilir mudik opini-opini tentang konsep hidup childfree atau childless. Kenapa bisa ramai diperbincangkan? Karena konsep hidup childfree berupaya untuk hidup sepanjang umur tanpa memiliki anak kandung. Seyogyanya fade kehidupan umum harusnya memiliki anak, tetapi childfree memiliki pendapat lain soal anak. Buku ini membuat saya mengenal lebih dalam secara personal konsep hidup childfree dari kacamata penulis. Uniknya penulis di sini sudah memiliki anak, meski dari pernikahan masa lalunya. Ia meyakini childfree ketika menikah lagi. Satu poin yang pertama saya dengar pertama kali tentang konsep hidup satu ini, Egois. Bagaimana seorang perempuan yang memiliki rahim tidak mau memiliki anak dengan banyak alasan yang menurut saya bisa ditolerir. Seperti, takut badannya berubah, takut anak-anak, malas mengurus anak...