Seni Hidup Minimalis
By Francine Jay
By Francine Jay
Sepertinya saya masih merasa cukup untuk membaca sampai setengah dari buku ini, sebab buku ini tergolong mudah sekali dibaca dengan bahasa sehari-hari. Terlebih sisanya yang bersifat praktek sehingga menurut saya, merasa cukup untuk baca sampai setengahnya saja (masih setengah2 menerapkannya). Buku yang sedang trend dikalangan milenial untuk melawan konsumerisme dan hemat tentunya akan membuat yang membaca semakin yakin tentang pilihannya untuk hidup minimalis.
Menurut saya hidup ini cocok untuk orang yang praktis seperti saya. "Hidup sesuai fungsi, bukan gengsi" yup slogan atau motto hidup yang uda lama saya pegang ini cukup diwakilkan melalui buku ini dengan secara matang.
Secara singkat, buku ini memperlihatkan konteks tentang hidup minimalis dan melawan konsumerisme dan hedonisme masyarakat yang sudah kadung dimakan banyak iklan-iklan. Sebab iklan mampu membawakan janji-janji fana dan masalahnya manusia sangat rentan untuk terdorong nafsunya untuk memiliki tanpa tahu berfungsi untuk apa ke depannya. Misal membeli kosmetik dengan janji diiklan akan secantik model yang dipajang mereka, dijanjikan lebih tampan, cantik, terlihat kaya, ganteng, maskulin dsb. Hal ini menurut saya membuat manusia lepas dari nilai tambah kemanusiaan nya yang ia pasang dengan nilai-nilai sesuatu di luar dari dirinya. Oleh sebab itu buku ini juga memaparkan bagaimana manusia bisa lepas dari keterikatan oleh barang yang dimilikinya dan hidup tenang dengan ruang yang cukup. Ketika memiliki banyak keterikatan dengan barang maka kualitas hidup manusia itu akan berkurang karena dia harus memiliki space dipikirannya tentang rasa memiliki yang tinggi terhadap barangnya, percayalah manusia lahir dengan keadaan telanjang. Lalu? Apa pantas manusia memiliki rasa kepunyaan yang tinggi? Di situlah proses dehumanisasi berlangsung, ketika berlomba-lomba memiliki banyak barang hingga lupa jika masih banyak yang lebih penting dilakukan terhadap kemanusiaan. Mungkin tetangga kita ada yang kekurangan atau ada yang belum mampu seperti kita. Brengseknya lagi, akan merubah taraf kemakmuran sekitar. Jika dulu mereka hidup dan senang dengan apa adanya dengan orang baru datang dan memperlihatkan banyak keglamoran dan hedonis tinggi membuat mereka merasa kurang, ada saja hal-hal tersebut yang patut kita renungkan.
Secara teknis buku ini menggunakan konsep STREAMLINE (merupakan singkatan) tentang konsep merawat rumah minimalis. Sebab hidup minimalis berkaitan tentang merawat ruang yang kita gunakan. Terdapat juga 3 kategori barang yang harus diperhatikan : barang, fungsional, barang dekoratif, dan barang emosional.
Ketiga barang tersebut menjadi tolak ukur bagaimana kita mengelola barang sehingga kita tidak dikuasai oleh barang tersebut. Mulai dari dirombak pemikiran kita, lalu lihat keadaan ruangan kita, menanyakan kembali barang yang kita punya, tujuan, dan kenapa harus kita memiliki barang tersebut, selebihnya kita diajak untuk mempraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga barang tersebut menjadi tolak ukur bagaimana kita mengelola barang sehingga kita tidak dikuasai oleh barang tersebut. Mulai dari dirombak pemikiran kita, lalu lihat keadaan ruangan kita, menanyakan kembali barang yang kita punya, tujuan, dan kenapa harus kita memiliki barang tersebut, selebihnya kita diajak untuk mempraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut saya buku ini sangat menjanjikan untuk kita yang ingin hidup minimalis, hemat dan sedang misqueen. Namun, pendapat saya buku ini sebenarnya bisa lebih tipis dari apa yang saya genggam, karena bertele-tele dan banyak kalimat interaktif yang membuat saya merasa aneh (karena ga lucu, garing).
Demikian, ripiw singkat saya.. saatnya menuju ke buku lain ~
Demikian, ripiw singkat saya.. saatnya menuju ke buku lain ~
11.01.19
Comments
Post a Comment