By : Ahmad Junaidi
Buku ini merupakan hasil penelitian skripsi dari seorang Ahmad Junaidi. Dengan sistematika yang persis denga metode yang digunakan membuat saya nostalgia kembali ke masa-masa penelitian dahulu kala~
Tentu dengan bahasa akademik membuat saya hanya tertarik pada landasan teori, sampel data, dan kesimpulan saja. Makanya bacanya cepet haha..
Buku ini memaparkan bagaimana media massa menggambarkan isu pornografi/peristiwa yang terjadi pada saat "Goyang Inul" zaman baheula.
Pornografi sendiri ternyata terdapat pro dan kontra dari kaum feminisme libertarian dan feminisme radikal kultural/ feminis teolog. Feminisme libertarian menganggap pornografi bentuk kebebasan ekspresi perempuan untuk pengungkapan seksualitas nya, sebab zaman dulu bahkan sejak ratu victoria, perempuan dianggap makhluk yang tertutup dan ditindas secara seksualitas (dsebut sebagai zaman victorian). Sedangkan feminisme radikal kultural menganggap pornografi sebagai pelembagaan budaya patriatki oleh laki-laki serta pelecehan wanita sebagai bentuk properti semata demi keuntungan pemilik modal. Tetapi ada juga kaum posfeminisme menganggap bahwa masalah pornografi tidak bisa dilihat dari bentuk oposisi belaka, hal-hal tersebut bisa dilihat dari representasi budaya, kulit hitam, gerakan kelompok (misal LGBT), jadi menurut mereka pornografi bisa sebagai bentuk perkenalan atau demonstrasi terhadap gerakan kelompok yang dimarjinalkan.
Hal yang paling menarik menurut saya ungkapan Plato bahwa cinta sebagai sebuah jiwa yang tidak boleh dikotori oleh sexual desire, hal yang disamakan oleh sifat kebinatangan. Berbeda dengan Foulcault mengatakan kebenaran seks pandangan nilainya akan selalu berubah tergantung pada zaman.
Dalam budaya kapitalisme ini pornografi menjadi pasar yang menarik untuk menarik banyak keuntungan. Penulis disini setuju dengan pendapat feminisme radikal kultural yang menganggap pornografi hanya membuat perempuan menjadi manusia kelas dua, properti, tubuhnya hanya objektifikasi seksual semata.
Ternyata Pornografi dan Erotisme juga berbeda lho. Jika Pornografi pengungkapan/eksploitasi tubuh perempuan untuk meningkatkan gairah seksual (naluri kebinatangan) sedangkan erotisme pembungkusan tubuh manusia melalui kaidah-kaidah seni. Bedanya? Erotisme tidak menonjolkan bagian tubuh perempuan secara radikal karena bentuk ekspresi seni yang digunakan berdasarkan perlawanan atau ungkapan si seniman.
Terimakasih.
Terimakasih.
13.01.19
Comments
Post a Comment