By Sussane Bier
Film yang diangkat dari Novel dengan judul yang sama tahun 2014 mengangkat tentang tema thriller psikologis teror suatu makhluk tak kasat mata (saya juga ga tau itu apa, cuma bentuk bayangan ma angin aja), dan sekelompok pengikutnya dari rumah sakit jiwa. Hal yang membuat film ini menarik adalah tidak bolehnya karakter melihat kalau tidak mau bunuh diri, sebab teror akan berlangsung jika seseorang melihat dunia luar.
Film ini menggunakan konsep restricted plot sehingga ketegangan tetap terjaga, lagipula dengan menghubungkan pada penonton antara protagonis membuat posisi penonton secara emosional lebih terasa dalam mengatur tempo ketegangan. Penggunaan plot yang tidak lurus juga membuat penonton perlahan-lahan larut pada cerita (non-linier). Meskipun sangat disayangkan film ini hanya dipersempit pada nasib si karakter tokoh saja, tanpa ada eksposisi (pengenalan) terhadap pembuat teror dan ending sehingga mampu melepas dahaga penonton.
Dalam pandangan saya, konteks matrakisme sangat terasa kental di film ini. Apa itu matriakisme? Yaitu pandangan hidup yang berorientasi pada Ibu (Perempuan), kurang lebih. Malorie sebagai seorang Ibu lebih banyak disorot ditengah-tengah chaos dunia (kiamat). Bagaimana pengambilan keputusan seorang perempuan (yang menjadi dan akan menjadi Ibu) memperlihatkan rahmat yang suci, universal tanpa pandang bulu. Itu terlihat kepada anaknya "girl" meskipun bukan anak bilogisnya iya tetap menyetarakan dengan "Boy". Hal lain yang patut disimak adalah pengambilan keputusan laki-laki di dalam film ini terkesan gegabah, pragmatis, dan mungkin melanggar kaidah-kaidah norma etis. Karakter Douglas (cerai 3x, merasa paling benar), Tom (dia baik, dan menjadi pria ideal dalam melindungi wanita), felix (antagonis yang masuk, dan iri terhadap perempuan yang melahirkan seorang anak).
Oleh karena itu sepanjang film, antagonis dlm film ini di dominasi oleh kekuasaan patriakal.
Oleh karena itu sepanjang film, antagonis dlm film ini di dominasi oleh kekuasaan patriakal.
Saya jadi ingat bagaimana buku yang saya baca, tentang Bachofen membaca peperangan gender sejak zaman dulu kala melalui mitos-mitos. Penafsirannya yang sangat berharga bagi saya atas kajiannya tentang Surga. Bagaimana surga merupakan representasi dari rahim Ibu atau kehidupan anak-anak bersama Ibu, hingga saatnya manusia terlempar dr surga (fase dewasa). Manusia harus mencari eksistensinya kembali, dan keputusan apakah ia menjadi manusia atau bukan. Mungkin ulasan buku lebih lengkapnya akan saya tulis kembali.
Terimakasih.
19.01.19
Comments
Post a Comment