Selasar jalan parangtritis kian membiru,
sandekala kian menggagahi jiwa yang rabun,
seraya sapa sore terhanyut dalam kata,
tidak usah kau sapa kembali sore ini sayang,
peluh nanah sudah terusap oleh deru,
bahagialah kau sayang,
karena beban cintamu tak sepedih duri,
karena aku, hanya makhluk..
begitupun juga kau,
sejatinya rasa kian mati perlahan saat sore ikut tenggelam,
berbeda semua, karena rindu menghinggap,
rindu yang tak kenal waktu,
waktu yang terus memaksa,
terus bersandar pada palung dangkalmu,
sayang, sekarang maghrib.
sholatlah..
kita akan bertemu pada doa yang sama
Jika jarak, waktu, rindu bertumpuk jadi satu. Teruntuk Tuhan dan ciptaannya, tak dapat dirasa oleh mata dan diraba oleh sentuhan. Maka jemarilah yang bertindak mewakili isi hati.
Comments
Post a Comment