Dir: Wregas B
Ada satu ingatan muncul seusai menonton film Budi Pekerti.
"Percaya tidak percaya, menjadi manusia di era sekarang lebih banyak digerakkan oleh algoritma, sekarang masalah sekelas lingkungan er te/RT satu planet bisa tau, dan hobi menikmati keributan, penyelesaiannya juga harus diatur algoritma. Melampaui hyperealitas!"
Wregas mampu membawa cerita dengan paket visual yang pas. Apresiasi kepada seluruh krunya. Menikmati Budi Pekerti mengingatkan kembali saat menikmati proses tumbuh mas Wregas saat screening film TA nya yang berjudul Lemantun. Masih berpokok seputar keseharian, dan keluarga. Wregas selalu membawa aroma dapur yang khas, sehingga mudah diterima oleh penonton. Suasana kekeluargaan yang dekat, tidak perlu hiperbola bercerita trntang keluarga mapan, kaya yang sedikit sulit diterima.
Hal yang saya suka pada film ini, sajian bahasa visual, naskah, dan karakter yang membaur sehingga kita bisa menikmati tiap turning point dan rising action pada setiap jalan cerita. Meski rata-rata tangga dramatis pada complement nya dibuat, sedikt menggelitik dengan balutan ironi. Pemakaian warna orange biru yang mendefinisikan apa arti dalam setiap film, serta semiotik anggun pada berbagai adegan sehingga makin kuat peradegadannya.
Film ini sangat direkomendasikan sebagai renungan, ga perlu punya bayangan apapun. Film ini bisa menjadi renungan diri akan eksistensi, serta refleksi jempol. Sisanya buanyakk yang bisa dinikmati macam-macam rasanya.
8/10
Comments
Post a Comment