Skip to main content

Kado Sederhana dari Pria Sederhana

Bersama surat ini aku titipkan rindu dari sebuah kata dan kalimat yang mungkin sudah

menjadi sampah di dunia ini. Bagaimana mungkin sebuah kata-kata bisa merasuk ke dalam

kupingmu lalu mencoba mengacak-ngacak pendirianmu?

Tapi dengan surat ini bukan hanya saja kata-kata dari sekian ribu kata-kata di setiap surat

yang ditulis oleh manusia di bumi ini. Melainkan ada sebuah kisah yang akan aku ceritakan

padamu, kisah di mana kamu mungkin belum pernah mendengarkan dari manapun.

Karena semesta menjadi saksi bagiku atas semua kisah yang pernah aku jalani disini,

tepat di persawahan Mredo.

Hari itu dimana langit sudah menunggu dan menyambut malam sebab mega-mega jingga

kemilauan serta barisan-barisan awan membentuk satu-kesatuan dengan gagahnya.

Aku termangu melamun sebab merasa sia-sia tentang apa-apa yang langit berikan sore itu.

Suara burung cicit mengalun merdu ditelingaku, udara mendesis merambat telinga,

hingga bau tanah karena patrichor bekas hujan siang tadi. Begitu sia-sia..

Sebab anugrah ini laiknya sebuah ilustrasi lukisan terpampang tanpa memiliki makna,

untuk apa sore ini terlihat cantik sama seperti sore di kotamu, tetapi tidak ada orang yang

bisa menikmatinya? orang-orang hanya sibuk bergulat pada waktu dan ruang sehingga

memaksa mereka untuk merunduk dan terus merunduk, tanpa bisa bercumbu pada sore nan

cantik itu, alasannya sih agar perut kenyang. Yah namanya hidup.. tapi bukan tentang ini

aku akan bercerita, aku menyayangkan dan membayangkan kau mendambakan sore seperti

ini sambil berandai-andai suasana pantai menatap kita, diiringi oleh nyiur berjajar menyapa

kita. Lidah-lidah ombak yang terus berlomba-lomba mencapai daratan sambil melihat

kapal-kapal uap lewat menuju tenggelamnya surya.

Tak perlu kita harus berkata-kata dalam bincang seperti aku bilang tadi, sudah cukuplah

dengan kata-kata. Diammu lebih banyak berbicara, seperti saat ku coba untuk mengalah

bersapa pada ego karna rindu selalu saja mau menang sendiri. Tenang, jangan kuatir aku

mungkin tahu arti diammu, entah selaan atau sebuah arti kesabaran dalam arus takdir

untuk menyatunya kita. Hujan pun tidak akan berani menakuti orang yang sudah basah

kuyub, begitu kata Gibran.

Maka kuberjalan pada setapak sawah hijau Mredo, menghirup sepoi angin, sambil

merasakan tiap cinta Tuhan melalui padi-padi berbaris kemudian menyambutku. Terlihat, 

gadis bercaping bayang hitam dari jauh di tempatku berdiri, gadis itu berada di sebuah

gubug sendirian terdengar riang gemilang tawa riuh seperti nyanyian-nyanyian malam.

Orang-orang desa berkelakar gadis bercaping bayang hitam adalah serpihan langit dari

senja kemilauan jingga, merah serta kuning pada setiap sorenya. Dia akan turun dari

langit untuk bermain air sawah dekat gubug yang sekarang aku lihat. Banyak orang sudah

melihat keberadaannya dari jauh, akan tetapi jika setiap orang mendekat kepada gadis

bercaping bayangan hitam yang ada hanyalah sebuah ilusi. Maka aku hanya menikmati

bagaimana ia riang sebab sore juga mendukungnya, lucunya lagi cahaya senja saat itu

merambatkan ke dalam setiap gerak gadis tersebut, terlihat elok, manis, dan bahagia bagi

siapa yang menikmatinya. 

Untuk perempuanku yang takzim dengan ceritaku ini, mungkin kamu tidak percaya dengan

apa yang aku ceritakan. Tapi ini sungguh benar adanya, karena ini ku juga mencintaimu.

Mungkin sekiranya ku bisa meniupkan awan dan sejenak menunjukkanmu pada sebuah

keindahan ini, mungkin kau akan terbawa pada mega-mega langit semburat jingga, sampai

kau lupa jika kau hidup pada seribu keindahan dan walaupun kau lupa dengan siapa kau

merasakan cinta.

Andai aku bisa bergabung dengannya sambil mendengarkan ceritanya bagaimana menjadi

sebuah sore dimana semua orang tidak menikmatinya, bagaimana keindahan bagi

orang-orang hanyalah sebuah bayang-bayang semu yang dinamakan materi. Bukankah

kamu perempuanku juga bagian dari segala keindahan dan gambaran atas ciptaan Tuhan?

Lalu jika terjadi akan aku ceritakan juga, tentangmu padanya. Akan ku ceritakan, ada sebuah

sore yang hidup tanpa adanya langit dan tak membutuhkannya. Jingga, kemilau kekuningan

tersirat jelas pada sari-sari senyum lima tahun lalu. Aku temukan itu saat lupa bagaimana

semesta menciptakan senja. Mungkin saja kamu tidak secantik pevita pearce, raisa, ataupun

aksesoris topeng yang menghiasi beribu-ribu manusia. Aku akan bercerita juga bagaimana 

engkau yang aku pandang adalah pancaran dari kecantikan atas ciptaan-Nya. Aku merasa

lebih dekat dengan-Nya melaluimu, melalui dari bagaimana kau tersenyum dan tentang

perjuanganmu, berpuasalah aku. Mungkin tidak kau sadari saat raga seperti aku kadang

khitmat dalam sa’i yang tak pernah kau bayangkan, ah setiap jalan kotamu bagai rona-rona

rindu yang terpancar dari beberapa tahun lalu, di kotamu, kotamu. Aku juga akan bercerita

tentang kamu yang sudah lama hidup dan bertahan di bumi 20 tahun lamanya. Sebentar

lagi umurmu bertambah, maunya sih gadis bercaping bayangan hitam itu memberikan

sedikit percikan langit yang ia bakul di punggungnya. Mungkin akan terlihat lucu jika dipajang

dalam kamarmu, saat kau takut gelap mungkin semburat langit malam akan menerangimu

tepat berada di dinding-dinding kamarmu, jadi kamu tidak perlu menadah keluar rumah lagi.

Aku rasa itu akan menjadi kado luar biasa dalam hidupmu, melihat semesta hanya dalam kamar.

Mungkin akan aku bawakan saat pandang mata kita menyatu.

Sampai akhirnya gadis bercaping bayang hitam pergi beranjak ke langit, aku hanya takzim

dan menikmatinya. Gadis itu akan berhenti bermain air sawah ketika sandekala sudah di ufuk,

samudera-samudera langit biru siap menyambut gelap malam. Percikan bingkisan langit cantik

merah merona dalam panggul gadis bercaping bayang hitam itu cahayanya seperti senja

dengan segala mega-mega jingga, merah membentuk gradasi kekuningan, turut pula

awan-awan gelombang saling berbentuk satu menyatu.

Di hari spesialmu kini, tidak seperti tahun-tahun kemarin. Aku hanya mengirimkan sepucuk

raga dalam doa, bisikan, kata-kata, rindu, dan cinta. Mungkin tidak akan terlihat oleh mata,

tapi dalam amplop surat ini sudah satu paket. Aku rasa biaya pengirimannya juga lebih murah,

karena bentuk-bentuk itu tidak terlihat oleh mata apalagi ditimbang-timbang berupa materi.

Hanya sepenggal kisah ini yang akan menemanimu malam nanti, kisah yang mungkin akan

menggantikan semesta dalam kamarmu. Percayalah setidaknya ini menjadi bukti bahwa kisah

ini adalah benar adanya. Aku takut jika mataku buta padahal hari-hari diluar sangat indah atau

bahkan aku bisa melihat tapi semua ruang dan waktu sepakat untuk menjadi gelap, tidak ada

untungnya.

Doa yang berada pada amplop ini tak usahlah aku ceritakan, sebab “klaim” bisa jadi hanya

mengingkari arti ketulusan. Bersama surat ini aku hadir dalam setiap kata yang kau baca,

serta rindu di dalamnya. Selamat mendewasa pada 20 tahun ini. 


Herlambang

Mredo, Yogyakarta 03:45 WIB

25 Maret 2017


*Jejak tulisan pada surat yang saya tulis tahun 2017 kepada seseorang AA.


Comments

Popular posts from this blog

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d