Skip to main content

Cinta, menikah dan kasih sayang.

Saya akan coba tulis ini sesantai mungkin. Tulisan ini murni berdasarkan pengalaman apa yang saya hadapi, pandangi, resapi, dan baca, baik dari buku dan juga pengalaman. Diawali dari pertanyaan seorang teman “Pria tidak akan menikahi wanita yang dicintainya, tetapi dia akan memilih wanita yang dirasa siap untuk menikah.”
Menurut saya, bagaimana kita memandang cinta sebaiknya dilihat berdasarkan perspektif zaman dan umur. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pemahaman soal cinta. Saya rasa pertanyaan teman saya tentang tipe laki-laki seperti ini cukup baik, tapi bisa menjadi salah juga. Pelaku dalam pertanyaan ini bisa dialami pria dan wanita. Ada pria yang sudah siap menikah, tapi wanita kekasihnya belum, karena bagi sang wanita, itu adalah tanggung jawab besar. Ada juga yang merasa belum memenuhi ekspetasi baik dari materi dan karir (masih merasa ada yang perlu dikejar). Di sisi pria juga sama, dia tidak siap lebih ke kemapanan, takut tidak membahagiakan dan masih ada banyak yang dikejar, padahal jika mau dilihat contohnya, kasus yang mengalami seperti ini terjadi dihubungan sudah berjalan lama. Jika ditarik masalahnya, ada pada kegamangan antara cinta dan menikah. Di masa sekarang sangat sukar ditemukan kecocokan tapi beriringan. Mari kita sepakat dulu jika cinta dan menikah itu hal yang berbeda, rumus yang hadir kalau cinta dulu baru menikah memang bisa diterapkan kepada segelintir pasangan belaka. Saya pikir itu tidak mewakili mayoritas, provokatif media terhadap film-film romantis murahan yang meromantisasi hal tersebut. Percayalah ini sama sekali berbeda. Tipe cinta romantik memang ada dan hadir, untuk jadi pelumas terhadap pasangan yang dituju. Hadirnya cinta romantik untuk merepresentasikan keagungan cinta kita kepada sesama dari Tuhan ke manusia dari kacamata manusia, jadi tipe cinta romantik ini tidak salah sama sekali. Namun hal ini memiliki kekurangan, yaitu hanya bertahan 1-2 tahun saja, sisanya harus ada yang perlu digenjot agar cintanya menjadi dewasa dan tumbuh subur melalui kerjasama, komunikasi, serta hubungan yang seimbang (Cara ini bisa didapat tergantung pasangan dan gaya komitmen apa yang dibentuk). Biar makin mumet aku kasih gambaran chart sebelum menikah biar cinta makin subur harus apa sih? chart ini bukan menunjukkan kebenarannya tapi hanya gambaran, yang baik seperti apa itu tergantung perjalanan kehidupan rumah tangga kalian.
















Setelah melihat gambar di atas bisa ditunjukkan secuil hal apa yang benar-benar perlu dipersiapkan (lebih ke mental). Lalu kembali ke pertanyaan awal teman saya di atas tadi, kenapa ada orang yang tidak siap menikah? Lalu orang yang siap menikah akan mencari orang yang sudah siap juga? meski bukan yang dia cintai? Kenapa? Saya yakin faktor zaman berpengaruh. Pernikahan zaman dahulu padahal lebih mementingkan pernikahan daripada cinta, justru bisa disebut aib kalo misalnya masyarakat zaman itu jatuh cinta duluan. Pengaruh perkembangan zaman, gaya pernikahan dan budaya cinta berkembang hingga saat ini cinta diutamakan baru menikah. Zaman dahulu menikah dipandang sikap kemapanan dan kesiapan manusia menjadi seutuhnya makanya mereka menikah untuk saling bekerja sama, pandangan menikah zaman dahulu akan bahagia bisa sangat relate karena manusia belum terhubung semudah sekarang, lagi pula manusia tidak sebanyak saat ini. 

Zaman sekarang pernikahan malah menjadi momok. Orang-orang kota takut menikah karena dunia sudah penuh dengan manusia, persaingan pekerjaan yang ketat dan tinggi, harga rumah semakin mahal tidak seperti zaman dahulu bisa tinggal klaim atau matok tanah. Media massa juga menjadi salah satu faktor yang bikin masyarakat kita ter-brainwash jika ingin menikah atau mencintai harus memiliki uang. Uang harus menjadi faktor utama sebelum memutuskan memiliki hubungan. Lihatlah drakor, semua kisah romansanya tidak jauh dari si kaya dan si miskin, si cowok kaya si cewek miskin, kemudian si cewek miskin kerja keras juga ada bantuan si cowok kaya pas sudah kaya keduanya baru mereka pacaran. Seolah-olah materi merupakan faktor penentu kebahagiaan. Padahal tidak juga, uang hanyalah media bukan tujuan bahagia. Sudah berapa banyak artis, penggede, yang cerai? jika memang menjadi kaya raya adalah final dalam kebahagiaan, tapi ternyata tidak juga toh? Oke, balik lagi intinya media massa mempengaruhi pola pikir dan budaya masyarakat. Dengan kesulitan-kesulitan yang dijabarkan bahkan dapat mengurangi rasa syukur yang kita punya, akhirnya pernikahan semakin sulit digapai kalau kita gak sekaya sischa kohl.
Ada faktor terakhir yaitu teknologi, kemudahan akses teknologi mempengaruhi gaya komunikasi serta hubungan jadi semakin banyak varian bentu hubungannya seperti: TTM, FWB, teman virtual, pacar virtual etc, sehingga yang bikin manusia di negara modern ogah nikah ya gara-gara ini. Semua bisa digantikan dengan handphone, mencari jasa apapun bisa didapatkan sekali klik. Hiburan film sekali klik. Semua kemudahan ini nyambung sama faktor sebelumnya, kekuatan uang. Masyarakat ogah menjalin hubungan baru lagi dengan manusia baru karena mereka tahu itu hanya akan menjadi kompleks, apalagi faktor kaya sandwich generatio. Bahkan untuk perihal seks pun bisa diganti dengan aplikasi video, atau jasa online (mit-amit). 

Dari semua faktor di atas, maka bisa dilihat bagaimana manusia semakin takut untuk menikah. Tapi tahukah kamu, kalau masyarakat saat ini bukan berarti menolak cinta pada hubungan pernikahan. Mereka takut dan tidak pandai cara mencintai, dalam buku How to Love yang saya baca, zaman sekarang masalah cintanya bukan pada dalam perut “kenyang” tapi empati. Merasa dihargai, dicintai dan disayangi yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini. Mereka takut mencintai karena mereka tidak tahu caranya, Saking kita dimudahkan oleh banyak hal, kita lebih sibuk menjadi makhluk individual, kita lupa caranya berempati dan merasakan orang lain. Kita asyik dalam imaji dan dunia serba hitech ini. Manusia merasa dia bebas dan nyaman hidup sendiri, tapi juga berbarengan dengan banyak yang mengeluh kesepian. Apakah mereka senang hidup sendirian seperti sekarang? orang kota akan jawab, iya! tapi percayalah jika dia pulang dan merenung, di dalam kamarnya banyak ratapan “apakah ini jalan yang terbaik, hidup bebas sendiri namun kesepian?”. Saya rasa cinta dan nikah bisa beriringan asalkan mata kita lebih terbuka dan fokus pada tujuan kita menikah apa?

Mulai masuk apa yang saya rasai. Jujur, saya tidak percaya pernikahan untuk saat ini. Lebih tepatnya makna pernikahan yang banyak digaungkan orang-orang kota mayoritas. Tanyalah mereka dengan keterbukaan dan jujur, menikah karena apa? kamu punya apa? apa yang melekat pada dirimu? atribut apa yang kamu pakai saat ini? bukan siapa kamu sebenarnya, bukan karakter orangnya, layaknya kita mencintai cinta pertama tanpa harus tahu atribut apa yang melekat diluar dirinya. Makna pernikahan saat ini bagi saya sudah jauh dari kata ibadah, ibadah hanya sempalan dinding hiasan rumah tanpa tahu penghuni rumahnya paham makna hiasan tersebut. Makna pernikahan saat ini lebih tertuju pada transaksional, tak ada bedanya dengan prostitusi yang dilegalkan negara serta kedua keluarga. Apa yang dimaksud transaksional? Ya pernikahan dengan hanya melihat jual-beli saja. Pernikahan perhiasan telah hadir di zaman ini. Hal ini saya rasakan karena beberapa orang yang saya temui berkata demikian. “Aku suka kamu, tapi secara finansial aku rasa kita tidak akan cocok, jika bersama.” Sampai hal yang menurut saya menyakiti perjuangan saya, saking tidak punya pendiriannya “Saya tahu kamu sedang berjuang, tetapi keluarga saya tidak suka hanya dengan rumah subsidi, mungkin akan ditertawakan.” Begitulah adanya. Bukankah itu bentuk jual beli lagi? bukan cinta lagi yang dituju? bukan ibadah lagi? lalu jika saya tanya ibadah dalam pernikahan itu apa? maka orang-orang sudah tidak punya jawabannya. Sebab kembali lagi, mereka tidak tahu cara mencintai, bahkan mereka takut mencintai, mereka lebih suka dicintai dan direndahkan dalam pandangan mata belaka, tanpa tahu esensi cinta mahabbah (Cinta Ketuhanan). Oh iya saya menulis ini bukan berarti saya benar, tetapi hanya mengeluarkan seberapa saat itu saya bisa terluka pada ucapan perempuan.

Saya yakin orang yang tujuannya ingin ibadah dalam pernikahan, mereka akan menemukan oase cinta Tuhan di dalamnya dalam alunanan Sakinah, Mawadah dan Warrahmah. Percayalah pernikahan memang indah, tapi juga jangan lupakan kenapa ia disebut ibadah karena dibutuhkan dua orang untuk melaluinya, makanya pernikahan itu disebut ibadah. Ibadah itu mudah tapi sulit dilakukan, ya seperti shalat lima waktu (tahu kan gimana esensinya? tahulah!). 

Maka, jika saya harus memilih kembali, tidak apa saya akan menikahi orang yang sudah siap saya nikahi. Karena orang yang saya cintai sebelumnya juga sudah dinikahi orang lain haha.. tapi bukan itu maksudnya. Kesiapan mental dalam pribadi tentang cinta dan mencintai memang harus kita pahami betul-betul, caranya melalui empati. Maka setelah kisah cinta romantik saya tidak semulus takdir, maka saya akan memilih menikahi orang yang sudah siap. Karena apa? Mencintai takdir merupakan salah satu bentuk mencintai Tuhan juga, pastinya diawali mencintai diri sendiri, karena saya yakin apa yang sudah ditetapkan itu sudah dirahmati Tuhan. Tugas saya hanya berencana dan menjalani rencana, jika berhasil dan gagal itu sudah masuk ranah Tuhan. Saya akan cintai takdir saya sendiri dan upayakan apa yang bisa saya upayakan. Termasuk wanita kelak yang nanti beruntung bersama saya, meski mungkin jauh dari bayangan imaji kecantikan industri pun, selama itu sesuai dengan fokus saya di komunikasi, tidak apa, sungguh tidak apa. Saya sudah berinvestasi soal cinta melalui buku-buku dan pengalaman, saya bisa menjamin bahwa saya bisa mencintai kekasih saya kelak sampai saya sudah tidak bisa mencintainya seromantis cinta romantik awal-awal pertalian nikah. Karena calon kekasih kita kelak akan menjadi bagian tubuh kita yang baru di luar tangan, kaki, kepala. Tubuh akan bahagia jika dirawat, juga akan sakit bila saya menyakitinya. Sebab saya juga percaya dalam ijab pernikahan, selain menjaga pasangan, saya menerima jika calon kekasih menyakiti atau saya bisa saja menyakitinya. Saya yakin orang yang paling potensi sangat menyakiti adalah orang yang kenal kita dekat sekali, bukan orang asing atau penjahat di film-film. Maka di saat saya sudah tidak bisa seromantis seperti awal saya menikahinya, saya akan mencintainya seperti saya mencintai diri saya sendiri. Sebab ia telah menjadi saya.

Terakhir, kasih sayang. Ini merupakan hal yang perlu kita rawat dalam pernikahan. Kasih sayang tidak perlu pakai cinta  itu disebut simpati, jika pakai cinta namanya empati. Mulai dari sekarang kita harus terus mengasah empati agar selalu tajam, merasakan apa yang orang terdekat kita rasakan, ikut senang jika dia senang, ikut menangis, jika ia menangis. Oh ya kalau kamu dengar musik dangdut, “cintai aku karna Allah, sayangi aku karna Allah..” Lirik lagu dangdut tersebut sudah cukup mewakili jika tidak bisa kita cintai dia karena fisik yang sudah mulai menua, harta yang sudah tidak sekaya muda, kesehatan berkurang. Maka cintai dia karena Allah. 

Pesan terakhir, Plato pernah bilang. “Melajang dan menikah itu penderitaannya sama aja, tapi alangkah lebih baiknya engkau menikah. Jika kau mendapat pasangan yang baik bagimu maka kamu akan bahagia, jika sebaliknya maka engkau akan menjadi filsuf.” Kemudian untuk pernyataan atas pertanyaan teman saya di awal lebih cocok menggunakan quote Sujiwo Tedjo. “Kamu bisa memilih menikahi siapa tapi kamu tidak bisa memilih cintamu untuk siapa?” Sebab cinta merupakan anugerah Tuhan, ia diciptakan melalui takdir, tidak dibuat oleh akal. Ia akan menemukan dirinya sendiri pada buah kuldi dan punggung yang tepat.

Sekian, semoga bermanfaat.

Comments

Popular posts from this blog

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d