Skip to main content

Ingatan Film: 7 Kogustaki Mucize (Miracle in cell no. 7)

Ingatan Film: 7 Kogustaki Mucize (Miracle in cell no. 7)

Dir: Mehmet Ada Öztekin



Miracle in cell no.7 merupakan salah satu film korea tersedih sepanjang masa (menurut gw). Humanisme yang ditonjolkan dalam film versi Korea-nya begitu terlihat khas. Kesuksesan tersebut membuat beberapa negara mengadaptasi film tersebut ke beragam spektrum budaya lain yang khas.

Di Indonesia sendiri film ini masih dalam tahap pengerjaan, mungkin tertunda gara-gara pandemi. Maka gw melihat terlebih dahulu versi Turki yang sudah tayang di Netflix.

Mengambil premis yang sama dengan film asalnya yaitu seorang Ayah yang memiliki keistimewaan tersendiri. Ia memiliki anak yang menjadi poin kekentalan drama humanis. Gw selalu memiliki stereotip film Timur selalu berhubungan dengan cerita sedih keluarga dll, termasuk di film ini (ya pasti gw uda persiapkan diri kalo ini emang film sedih).

Dari struktur penulisan skenario dari protasis sampai katartasis tidak memiliki hambatan. Memang di awal sedikit mirip-mirip namun "aktan" atau sesuatu yang menjalankan cerita sedikit berbeda tergantung latar budaya di Turki.

Karakter si bapak ini bernama Memo, ia hanyalah gembala yang tinggal di pinggir laut (idaman semua orang saat menikmati hari tua nanti). Dari penulisan latar belakang cerita sudah tentu sangat berbeda dari film asal. Ini yang membuat film adaptasi tidak serta merta hanya fotokopi dari film asal. Menurut gw film adaptasi itu hanya diambil kerangka premis yang sama namun secara struktur pembangunan tangga dramatik harus ada racikan tersendiri berdasarkan latar belakamg yang relate dengan kebudayaan film itu di buat.

Di film versi Turki ini, saya melihat suatu kesedihan namun hampir cukup, sedikit kurang karena secara hubungan antar karakter hanya hampir membuat gw terharu. Karena eksposisi yang terbilang "biasa saja" bahkan saya merasa seperti melihat sinetrin ala Turkiye. Begitupun dengan tahap tangga dramatik catastrophe, gw cuma bisa bilang... Hmm.. kenapa sekarang film drama suka banget buat "plot" unrestricted tiba-tiba??? Ga korea, cina, Indonesia..
Btw, gw salut dengan karakter Memo dan kepala grup tahanan sih.. dua karakter itu melekat buat orang asing jaya gw yg jarang nonton film Turki (bahkan terbilang ga pernah). Secara pendekatan emosional sangat dapat, 3D karakternya bener-bener dapet... Tapi ssekali lagi gw notice ini film berbicara akan Humanismenya. Nah gw mencoba apresiasi hal tersebut..

Di film versi Turki ini gw menemukan beberapa semiotika yang sedikit relevan kehendak gw. Hal paling utama adalah karakter seorang bapak yang memiliki kelainan dari orang lain, ia dibilang memiliki tingkah laku seperti anak kecil. Hoo yaa secara visual menurut gw dia adalah orang sempurna yang gw tau. Sebab, menjadi dewasa hanyalah kolektif dari beragam trauma yang pernah dilaluinya dengan cara tegar dan ikhlas, sehingga membentuk diri yang terlihat "bijak". Eric Fromm berkata, bahwa dunia anak kecil justru itu dunianya anak dewasa kelak, perilaku dan sifat-sifat murni yang masih terpelihara sebelum akhirnya manusia merasa mulai kehampaan (baleq).
Menjadi dewasa baiknya untuk gw adalah menemukan kondisi anak-anak kembali. Karena masa anak-anak ialah proses masih penyatuan dengan alam, jujur dan semua terlihat tampak ingin baik-baik saja.

Dibuktikan juga Memo sangat suka burung merpati? Burung tersebut dalam kepercayaan tertentu melambangkan kasih, terbang bebas dll. Itulah kenapa menjadi Memo ialah suatu upaya yang mungkin dicari oleh kebanyakan orang. Ketenangan batin, jujur, dan mencoba bahagia dalam segala kondisi. Kalo boleh ditarik besarnya lagi, menjadi dewasa ialah menemukan masa kanak-kanak nya kembali contoh salah satunya bertemu dengan soulmate atau kekasih.. mungkin ga sedikit yang lebih suka manja-manja dengan pasangannya seseram apapun orangnya. Saling memberi dengan cinta kasih dll..

Ada juga disini kritik akan sebuah institusi. Entah kenapa tidak sedikit yang menjadi antagonis dalam setiap cerita Humanis ialah oknum pihak institusi negara ya? *Saya nanya, atau kalian bisa simpulkan sendiri...

Melihat film humanis versi Turki ini seperti meluat sebuah kedamaian manusia ya. Di sini beberapa persen dibahas sesuatu dengan Agama. Seperti ada hubungan antara ketiganya, cinta, manusia, dan Tuhan. Bahkan beberapa  kali ditunjukkan bila dunia itu hanyalah sementara, jadi saya melihat film ini dengan sedikit tonjolan kematian sudah tidak begitu seram lagi, sebab manusia di dalam di film ini begitu Ikhlas dan tegar.

Sebenarnya adalagi yang dibahas cuma capek ga ada teman diskusi.. jadi, terimakasih...

Comments

Popular posts from this blog

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d