Skip to main content

Menikah? Apa tuh?




Dalam hidup kita melalui berbagai tahap kehidupan, salah satunya adalah fase menikah. Menurut kamus KBBI menikah adalah ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Menikah tidak ada hubungannya dengan cinta, karena menikah hanyalah penyatuan dari dua insan dalam tahap kehidupan berikutnya. Sedangkan cinta adalah landasan dalam keharmonisan kehidupan.
Sudjiwo Tedjo pernah mengatakan “Menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa”. Jadi, cinta merupakan manifestasi kasih sayang yang datangnya tidak bisa ditebak, hal itu merupakan anugerah Tuhan kepada setiap manusia.
Beragam faktor sosial, politik, dan ekonomi mempengaruhi pelaksanaan pernikahan di Indonesia. Di Indonesia sendiri memiliki banyak suku budaya yang beragam dan agama yang juga mempengaruhi pelaksanaan pernikahan. Misalnya, dalam pernikahan adat sunda maka terdapat berbagai sesi upacara pernikahan berdasarkan adat sunda, meskipun pelaksanaan ijab dilakukan oleh penghulu pemerintahan. Syarat ini bukan hanya dilakukan oleh orang desa, namun orang kota juga masih melakukan ini dalam bentuk pelestarian adat istiadat suku. Selain itu, agama juga mempengaruhi dalam struktur pernikahan, khususnya dogma batas atau keinginan usia dalam sebuah pernikahan. Menurut data di situs Hipwee rata-rata usia pernikahan pertama di Indonesia untuk cowok adalah 25,7 tahun, dan untuk cewek di 22,3 tahun dengan rata-rata 24 tahun. Hal ini merupakan dari asimilasi budaya baik dari Barat, Timur dan Adat Istiadat suku di Indonesia.
Kenapa bisa terdapat asimilasi dari beragam budaya? tentu hal ini rumit dibuktikan secara nyata karena harus ada bentuk penelitian lebih lanjut dalam faktor-faktor keputusan untuk menikah di Indonesia. Budaya Barat yang kita kenal merupakan budaya modern yang pusatnya di Amerika Serikat, atau bisa dikatakan budaya pop culture. Di Amerika sendiri rata-rata umur pernikahan cowok di usia 29 tahun, dan cewek di usia 27 dengan rata-rata 28 tahun. Pada taraf ini hampir teman-teman saya baik cowok ataupun cewek sepakat dengan usia pernikahan di atas umur 25. Kenapa Amerika? Kenapa Barat? Eits saatnya tulisan ini akan saya ubah lebih nge-pop.
Sejak Amerika menjadi pemenang Perang Dunia ke 2 pusat mode dan budaya dunia berada di Amerika. Gak Percaya? Contohnya celana jeans, boxer, legging, bahkan bra! merupakan pakaian khas atau tercipta pada budaya barat. Maka secara tidak langsung gaya kehidupan kita di Indonesia sudah dalam taraf globaslisasi era atau neo-liberalisme (cari di google ya artinya). Termasuk budaya pacaran, merupakan penerapan yang digunakan pemuda-pemudi di Indonesia dalam melampiaskan hasrat ketertarikan dengan lawan jenis…

(Oh ya sebelum masuk ke dalam ranah umur penentuan keputusan menikah, baiknya kita simak hormon manusia dalam ketertarikan dengan lawan jenis.)

Menurut penelitian baru, wanita mencapai puncak seksual mereka di usia yang lebih awal dari pria. Hampir setengah (48%) wanita mengungkapkan, libido mereka tertinggi antara usia 18-24 tahun, dibandingkan dengan hanya 25% pria (Okezone). Maka jika saya ambil rata-rata libido atau hormon seksual pada laki-laki ataupun perempuan terjadi pada umur 20 tahunan.

(Kembali lagi ke topik budaya di Barat)

Dalam budaya barat terdapat filsafat eksistensialisme yaitu Friedrich Wilhelm Nietzsche yang menyatakan “jika seorang berhubungan badan lalu menuntut untuk menikah, itu adalah bagian dari cinta palsu”. Dengan pemikiran ini, maka pasangan di Eropa, khususnya Rusia menjalankan cinta yang benar-benar dilakukan suka sama suka. Mereka harus menjalankan cinta “semurni” mungkin tanpa ada tuntutan untuk menikah. (Hidayahtullah.com).
Pendapat di atas merupakan pengaruh dari libido manusia yang juga telah saya ungkapkan. Dapat disimpulkan pada hal ini, budaya barat melakukan pemisahan antara aktivitas percintaan dan sebuah fase pernikahan. Jadi, dalam menyelesaikan puncak libido yang dialami manusia pada budaya barat tidak harus diselesaikan dengan pernikahan. Karena, dalam sebuah cinta tidak ada hukuman bahkan diberikan kebebasan asal mereka menjalankan “cinta murni”. Oleh sebab itu mereka mencerna pernikahan pada usia yang telah lewat dalam puncak libido. Pernikahan yang dilakukan oleh budaya barat memiliki filosofi yang sama dengan budaya timur yaitu menjalankan kehidupan pada fase berikutnya tapi tanpa menaruh aktivitas seksual yang spesial setelah pernikahan (karena itu bisa saja dilakukan saat sebelum pernikahan). Nah, saya sudah menemukan kenapa terjadi penentuan pernikahan pada umur 25-28 tahun di barat.
Pada budaya timur dalam hal ini saya mengambil konsep budaya Islam yang saya anut, dan sebelumnya saya meminta maaf jika terdapat kekeliruan, silahkan koreksi di kolom komentar. Dalam Islam sendiri perbuatan aktivitas seksual di luar pernikahan merupakan kesalahan besar atau disebut sebagai zinah, dosa besar. Oleh karena itu Islam dalam ajarannya menganjurkan cowok ataupun cewek yang sudah matang untuk segera menikah. Tentu matang dalam hal ini sudah memiliki kemapanan ilmu tentang menikah, dan bukan menganjur menikah muda meskipun faktanya dalam sejarah terdapat berbagai tokoh besar Islam yang menikah muda (sudah matang ilmunya).
Pada hukum Pernikahan pada Islam sendiri memiliki berbagai aturan seperti :
  • Wajib, jika orang tersebut memiliki kemampuan untuk meinkah dan jika tidak menikah ia bisa tergelincir perbuatan zina (baca zina dalam Islam).
  • Sunnah, berlaku bagi seseorang yang memiliki kemampuan untuk menikah namun jika tidak menikah ia tidak akan tergelincir perbuatan zina.
  • Makruh, jika ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu menahan diri dari zina tapi ia memiliki keinginan yang kuat untuk menikah.
  • Mubah, jika seseorang hanya menikah meskipun ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu menghindarkan diri dari zina, ia hanya menikah untuk kesenangan semata
  • Haram, jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menikah dan dikhawatirkan jika menikah ia akan menelantarkan istrinya atau tidak dapat memenuhi kewajiban suami terhadap istri dan sebaliknya istri tidak dapat memenuhi kewajiban istri terhadap suaminya. Pernikahan juga haram hukumnya apabila menikahi mahram atau  (DalamIslam.com).
Di zaman Khalifah Utsmani sendiri terdapat aturan khusus tentang umur pernikahan yaitu “Bila Sampai Usia 25 Tahun Belum Menikah, Maka Akan Dipaksa Menikah” (Dakwatuna.com). Jika berkaca pada era sekarang pernikahan di Arab Saudi menurut Badan Statistik di sana menunjukkan bahwa perempuan Saudi yang menikah pada usia dini (baik yang masih menikah, sudah bercerai atau menjanda) – dan mereka yang menikah untuk pertama kali di usia sebelum 20 tahun – ada 46 persen. Jadi menurut statistik, di setiap 100 perempuan Saudi yang telah menikah, ada 46 perempuan yang menikah di usia sebelum 20 tahun, sedangkan laki-laki rata-rata pada 25,3 tahun (law-justice.co). 
Pada kesimpulan ini yang saya gunakan merupakan sedikit gambaran kecil pernikahan di dunia timur. Dalam Islam pernikahan dilakukan agar dapat menjalani kehidupan selanjutnya dalam ibadah, termasuk di dalamnya pengesahan aktivitas seksual yang di sahkan oleh Agama (Dalam hal ini orang yang mampu). Islam menjaga pernikahan dalam bentuk yang lebih beretika dan menghormati antar pasangan (menurut saya). Berdasarkan fakta dan kondisi sejarah yang ada pernikahan di timur cenderung terjadi pada usia muda baik di atas 20 maupun di bawah 20. Hal ini merupakan tolak ukur yang saya amati berdasarkan fakta di atas. Sebab, pernikahan muda yang dilakukan untuk memelihara hawa nafsu dan libido manusia pada puncaknya, sehingga tidak terjadi hal yang dapat saling merusak, meskipun dalam hal ini bukan menjadi acuan utama dalam menikah muda namun hanya sebagian kecil acuan yang saya tanggapi.
Indonesia menjadi hal yang terpengaruhi oleh dua kebudayaan besar dari penjelasan di atas serta di tambah budaya adat istiadat yang menyelimutinya. Secara subtansial yang merupakan sejalan dari adat istiadat dan budaya timur (termasuk Islam) manusia diajarkan utuk berwatak ramah berdasarkan agama dan onggah-onggoh adat istiadat di dalamnya. Tapi, secara praktek masyarakat Indonesia hidup dalam sistem kehidupan yang setengah-setengah baik dari segi pemerintahan ataupun bermasyarakat. Setengah-setengah yang dimaksud adalah dalam praktik kehidupan kita diperlihatkan gambaran dunia kehidupan ala barat (liberalisme, neo-liberalisme dan kapitalisme sangat berperngaruh) dan secara subtansial bermasyarakat kita diajarkan untuk berwatak relijius.
Kebutuhan materialisme yang sudah dicekok dari kecil membuat masyarakat memiliki pandangan tersendiri terhadap pernikahan, terutama kemapanan. Kemapanan dalam masyarakat dewasa ini digambarkan dalam bentuk kekayaan material baik dari motif kebahagiaan sendiri ataupun orang sekitarnya. Oleh sebab itu rata-rata teman dan orang lingkungan saya banyak berkeinginan untuk menikah pada umur 25 tahun ke atas, yaitu mengikuti konsep rata-rata pernikahan Barat. Alasannya agar dapat memenuhi kemapanan materialistik, sedangkan dalam upaya yang diterapkannya tidak seratus persen penuh mengikuti konsep tersebut karena kentalnya budaya ketimuran. Salah satu contohnya adalah aktivitas seksual, merupakan tidak lumrah oleh masyarakat Indonesia. Maka untuk melampiaskan hasrat dari ketertarikan pada lawan jenis, dilakukanlah status “Pacaran”. Pacaran sendiri merupakan konsep status kekasih sebelum pernikahan. Nah, selama perjalanannya banyak pemuda-pemudi yang akhirnya masuk dalam istilah maju kena, mundur kena.
Dalam taraf umur yang matang memang dapat dimaklum jika tidak bisa menahan nafsu untuk menikah (hasrat menikah muda). Hal ini alamiah karena berdasarkan penelitian tentang libido manusia yang sedang tahap puncak kematangan. Tapi sayangnya rata-rata masyarakat Indonesia masih kurang adanya edukasi tentang pernikahan dan modal ilmu dalam menjalaninya, akhirnya beberapa gugur dalam ranah “seks bebas” karena enggan ataupun mengurungkan untuk menikah. Dalam Islam sendiri, untuk menahan hal tersebut bisa melakukan puasa.
Jika ternyata harus menikah pun dalam kultural Indonesia, harus dipersiapkan resepsi yang menguras dana tidak sedikit. Ini juga menjadi bentuk ambiguitas psikologi seseorang dalam taraf menentukan umur pernikahan. Meskipun dalam Islam pernikahan tidaklah harus mahal. Budaya adat istiadat yang kental harus menjadikan pernikahan hal yang lebih dalam lagi (sakral) sedangkan Agama memandang dalam hal ini ke dalam bentuk Ibadah, layaknya Ibadah wajib lainnya.
Pada kesimpulan tulisan ini saya hanya mengungkapkan beberapa kaburnya antara batasan pernikahan dan akibat dari batasan tersebut. Penentuan pernikahan di Indonesia terbagi menjadi 2 kelompok dasar : kelompok modern, dan kelompok santri. Kelompok modern menerapkan pernikahan berdasarkan budaya barat dalam bentuk alkulturasi dengan budaya timur, meskipun entah bagaimana seseorang bisa melewati fase kehidupan umur 20 tahun ke atas tanpa berpikir yang mengandung hawa nafsu atau berbuat dosa (saya meyakini banyak masyarakat memiliki hormon yang tinggi dalam taraf masing-masing). Pada kelompok Santri, biasanya melakukan pernikahan muda (rata-rata umur 18-22) untuk menghindari kecaman norma-norma masyarakat dan Agama, kesanggupan diri, serta menghindari zinah dalam agama. Kelompok ini biasanya terjadi pada masyarakat yang masih kental budaya ketimurannya atau berada di desa. Tentu baik kelompok modern dan santri harus memiliki bekal yang cukup (ilmu) untuk melalui tahap pernikahan yang madani serta sakinah. Jika tidak, maka resiko akan turun ke tahap psikologi anak dalam memandang sebuah keluarga, rumah tangga, orang tua, bahkan dunia. Kurangnya ilmu yang dimaksud adalah masalah-masalah yang terjadi selama perjalanan berumah tangga tanpa kesanggupan dalam mengatasi bersama sehingga muncul keretakan rumah tangga (istilah singkatnya ketidaksiapan untuk berkeluarga).
Demikian pemikiran saya tentang pernikahan, mungkin jika saya memiliki mood yang sedalam  ini akan sayalanjutkan tentang opini “Umur pernikahan dan balada tikung menikung” dan pendalaman tentang “ Pernikahan dan Cinta”. Terima kasih, maaf jika ada yang kurang berkenan…

Yogyakarta, 09 Juli 2018
Sumber :

Comments

  1. Replies
    1. Tentu, baik nikah muda ataupun tua atau mapan sangat enak, tapi jika belum ada pasangannya apa gunanya? :3

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Di Atas Motor

Sebab kau yang selalu berbicara, melalui hening dan hembusan angin di atas roda besi adalah bisikan termanis di dalam ruang dan waktu. 01-12-18

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black)

Review Buku: Sejarah Dunia yang Disembunyikan (Jonathan Black) Oleh: HSA Setelah satu bulan akhirnya selesai juga buku tebal ini yang menyamakan rekor oleh bacaan sebelumnya (Sejarah Tuhan/Karen Armstrong). Banyak situasi unik tentang buku yang saya bawa ini jika diketahui oleh teman-teman. Yup tidak lain tidak bukan karena sampul buku ini menggambarkan simbol-simbol "segitiga mata satu", terkenal dengan cerita konspirasinya. Banyak kerabat yang mengernyitkan dahi, atau menampilkan wajah keanehan terhadap buku yang saya baca ini. Saya tidak heran, sebab sebelumnya saya juga memiliki pandangan yang sama, "wah ini buku konspirasi besar sekali!!". Kalau dibilang betul sekali, bagi seseorang yang alur bacanya sudah mengenal simbol-simbol ini, pasti landasan empirisnya berpacu pada konspirasi dunia. Jika kalian suka itu, bacaan buku ini menjadi kitab besar "konspirasi dunia" MESKI.. setelah anda baca ini, anda mampu tercerahkan dalam beberapa ha

Review Film: Yowis Ben 2 (2019)

Yowis Ben 2 Dir: Fajar Nugros, Bayu Skak Film ini akhirnya berhasil mendapatkan sekuelnya setelah berhasil menkapalkan penonton hingga 100ribu-an dan memenangkan penghargaan di Festival Film Bandung. Kelanjutan dari Yowes Band pada lulus dari sekolah yang membuat para personel hampir bingung dengan masa depannya. Hingga akhirnya, Bayu dkk berniat untuk membesarkan bandnya dalam skala Nasional. Mereka bertemu dengan Cak Jon seorang Manajer (yang katanya) bisa membuat Yowes Band tambah terkenal. Mereka pun berniat ke Bandung dan 70% film ini berjalan dramanya di Bandung. Yowis Ben 2 sebenarnya memiliki potensi besar dalam menggali nilai kreativitas secara kultur sehingga film ini memiliki wacana yang jelas kepada penonton, apalagi dengan konsep berbahasa daerah. Sangat dibilang langka agar diterima oleh banyak orang. Namun penyakit sekuel film Indonesia masih di situ-situ saja, ya mungkin karena industri komersial yang sangat menomorsatukan laba. Untuk ukuran naratif cukup menghibur d