Bias, sebuah sesal dalam roma. Kota ini sudah bukan menjadi kita, atau tentang kata-kata dalam kisah, Berpikir menjauh dari ragamu adalah satu sebab aku berlari terjerumus hempas ke timur, namun aku hanyalah debu yang tertiup oleh kasmaran cinta abadi, Merindukanmu adalah kefanaan, Mencintaimu adalah keabadian. Malam enggan berbisik, hanya malaikat yang turun dengan rintik hujan, Mengabarkan inilah janji hujan pada pecinta, biar ku pahat dalam monumen keabadian, tentang manusia dan insan lainnnya. Pada akhirnya daku hanyalah kapas yang dihempas dan lepas pada alga yang menyala, Dinda, kau bersahajalah, beranak pinak, dan mati dalam cinta yang kaumiliki sendiri. Pada nasib takdir biar ku pikul dalam riang, karena kita sering bercumbu dan bercinta dalam khayal, Cinta dimiliki bagi penikmatnya bukan untuk saling memiliki dalam keabadian. Sampai jumpa dalam semayam doa selanjutnya. 20-04-18
Jika jarak, waktu, rindu bertumpuk jadi satu. Teruntuk Tuhan dan ciptaannya, tak dapat dirasa oleh mata dan diraba oleh sentuhan. Maka jemarilah yang bertindak mewakili isi hati.